Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rupiah Perkasa dalam Paradoksal Pertumbuhan

19 Desember 2016   16:05 Diperbarui: 20 Desember 2016   00:55 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kinerja Mata Uang dan Perdagangan Global

Senin, 19 Desember 2016 resmi diterbitkan Uang Rupiah emisi 2016. Dalam sambutannya Presiden Jokowi secara khusus menekankan tentang kedaulatan dan kemandirian Rupiah. Sementara Gubernur Bank Indonesia mengingatkan kembali tentang pentingnya melakukan redenominasi mata uang Rupiah.

Jika bicara mata uang Rupiah, perlu melihat kinerja Rupiah dan perdagangan dengan manca negara khususnya mitra utama (global trade) juga aspek penggunaan uang sejalan dengan era digital ekonomi global dan transaksi digital.

Dalam perdagangan global, negara dan kawasan seperti USA, China, European Union (Germany, Netherland, France), dan Jepang merupakaan pemain utama, seperti diberikan pada Peraga-1 yang merupakan publikasi WTO (World Trade Statistical Review 2016). 

global-trade-2015-58578816547b611d1365c9dd.png
global-trade-2015-58578816547b611d1365c9dd.png
Catatan. Sebagai pengekspor Indonesia berada pada peringkat 30 demikian juga posisi sebagai pengimpor.

Selaras dengan posisi pada perdagangan global, mata uang negara dan kawasan (European Union) tersebut dianggap sebagai "Major Currencies"; ditambahkan dengan Pound Sterling UK masuk dalam basket mata uang SDR IMF (Special Drawing Right).

Memperhatikan kinerja mata uang global seperti Dolar Amerika (USD), Euro, Yen Jepang (JPY), dan Renminbi China (CNY); sejak 2013 akan selalu berkaitan dengan fenomena penguatan nilai tukar Dolar Amerika (USD Strong) dan persaingan antar mata uang (Currency Wars). Untuk memahami kinerja dan pergerakan nilai mata uang yang dikaitkan dengan kinerja perdagangan global, akan lebih akurat dengan merujuk pada Indeks REER (Real Effective Exchange Rate; diterbitkan Bank for International Settlement) daripada pergerakan nilai tukar transaksi perdagangan pada pasar valas.

Gambaran kinerja indeks REER mata uang utama dan Rupee India (INR) serta Rupiah Indonesia (IDR) diberikan pada Peraga-2.

Trend REER Index - Prepared by Arnold
Trend REER Index - Prepared by Arnold
Peraga-2 memberikan gambaran bahwa saat trend indeks USD menguat (bar warna oranye), trend indeks Rupiah (IDR) naik; demikian juga Yen Jepang (JPY; garis biru muda) dan Rupee India (INR; garis hijau muda). Sementara trend indeks Euro (garis oranye) dan Renminbi China turun (garis putus biru).

Gambaran perdagangan global Indonesia dengan mitra utama diberikan pada rangkaian peraga berikut ini.

Peraga-3 : Perdagangan Indonesia - European Union

trade-indonesia-eu-585777c8d493732c10fd9075.png
trade-indonesia-eu-585777c8d493732c10fd9075.png
Dalam neraca perdagangan Indonesia - European Union, trend ekspor dan impor turun tetapi tetap mengalami surplus dengan nilai 2015 dan 2016 (estimasi) stabil.

Peraga-4 : Perdagangan Indonesia - Jepang

trade-indonesia-japan-58577859d492732b52105752.png
trade-indonesia-japan-58577859d492732b52105752.png
Dengan Jepang, neraca perdagangan Indonesia masih surplus walaupun trendnya turun (2015 - estimasi 2016)

Peraga-5 : Perdagangan Indonesia - China & Hongkong

trade-indonesia-china-hk-585778fa0e93736c1565a2b5.png
trade-indonesia-china-hk-585778fa0e93736c1565a2b5.png
Sumber informasi Peraga-2, Peraga-3, Peraga-4 : Bank Indonesia - SEKI - Sektor Eksternal (dengan pengolahan).

Dari Peraga-5, perdagangan dengan China dan Hongkong Indonesia mengalami defisit yang sangat berarti selama 2015-2016 (estimasi) pada kisaran USD 14,3 Miliar.

Peraga-6 : Perdagangan Indonesia - USA

Trade Balance Indonesia - US - prepared by Arnold M.
Trade Balance Indonesia - US - prepared by Arnold M.
Sumber Informasi : US Census Bureau

Merujuk pada Peraga-6, dalam perdagangan dengan USA trend Surplus Indonesia  naik.

Berdasarkan informasi BPS, secara keseluruhan kinerja perdagangan global Indonesia selama 2016 positif; dan pada November 2016 menikmati surplus sekitar USD 840 Juta. Gambaran neraca perdagangan yang surplus dan inflasi yang terkendali di bawah 4%, sesuai dengan kinerja perkasa Indeks REER mata uang Rupiah. 

Redenominasi dan Ekonomi Digital

Perkembangan perekonomian global saat ini dalam masa transformasi menuju era Ekonomi Digital yang sarat dengan pemanfaatan teknologi digital (TIK : Teknologi Informasi dan Komunikasi atau Telematika) sebagai penunjang kegiatan. Transaksi berlangsung tidak hanya dalam lingkup domestik tetapi juga global yang tidak dapat dibatasi dan dikendalikan berdasarkan yuridiksi suatu negara. Pada satu sisi, Ekonomi Digital seakan menggantikan "Ekonomi Global" dengan membuka pasar yang luas. Tetapi pada sisi lain membuka kesempatan meningkatnya "underground economy" (secara umum dipahami sebagai transaksi yang tidak tercatat dalam perekonomian), rentan manipulasi,  serta "tindakan kriminal yang berkaitan dengan transaksi dan finansial" (secara luas disebut sebagai fraud). Sementara, Bank Indonesia menginginkan agar dilakukan Redenominasi mata uang Rupiah demi penyederhanaan dan juga mendorong penggunaan non tunai dalam bertransaksi.

Dalam menyambut Ekonomi Digital, sudah selayaknya langkah redenominasi dan transaksi non tunai berjalan bersama dengan upaya perluasan cakupan pajak dan upaya peningkatan penerimaan (Lihat artikel : Reformasi Pajak Menuju Digital Ekonomi). Hal yang perlu dipertimbangkan demi mencegah "underground economy termasuk fraud" adalah peniadaan mata uang dengan denominasi besar (misalnya dengan kondisi saat ini, denominasi 100.000 dan 50.000). Transaksi yang memerlukan besaran tersebut "diharuskan" berlangsung secara "non tunai" atau menggunakan berbagai varian "uang digital" (digital money) misalnya kartu debit, kartu kredit, kartu digital tunai. Dengan  demikian setelah redenominasi, nilai lembaran atau koin Rupiah menjadi misalnya : 50 sen, 100 sen, 500 sen, Rp.1, Rp. 2, Rp. 5 dan Rp. 20 hanya sekedar mendukung transaksi yang "terpaksa" tetap harus berlangsung secara tunai.

Kondisi Paradoksal dan Tantangan Pertumbuhan

Melihat sisi moneter sebatas pengendalian inflasi dan nilai tukar, sejauh ini kinerjanya dapat dianggap baik. Tetapi memang, stimulus moneter masih belum berhasil dalam mendorong pertumbuhan perekonomian khususnya hal pertumbuhan kredit investasi. Sementara tiga faktor utama yang sangat diperlukan demi pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan antara lain peningkatan dalam Investasi, Infrastruktur, dan Income atau Penerimaan Negara melalui pajak.

Gambaran dari tiga faktor tersebut diberikan pada Peraga-7 berikut ini.

Peraga-7 dan Grafik dalamnya : koleksi Arnold M
Peraga-7 dan Grafik dalamnya : koleksi Arnold M
Dengan melihat Grafik-7.1, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia naik; didukung fakta trend inflasi yang terkendali, Indeks Real Effective Exchange Rate (Peraga-2), dan trend Cadangan Devisa naik (Grafik-7.2); semua merupakan kondisi dan fakta yang positif.

Pada sisi lain, beberapa fakta menunjukkan kondisi yang tidak mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi yang andal dan berkelanjutan. Pada sisi investasi, trend investasi domestik turun seperti diberikan pada Grafik-7.3; demikian juga aliran investasi asing (Foreign Direct Investment) pada Grafik-7.4. Kondisi logistik dan infrastruktur yang diukur berdasarkan Logistic Performance Index (LPI - World Bank) seperti pada Grafik-7.5 mengindikasikan kondisi turun. Sementara penerimaan (Income) negara yang diukur berdasarkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB (dalam arti sempit, tidak termasuk PNBP) pada Grafik-7.6 memberikan fakta turun.

Gambaran dalam Peraga-7 ditambah dengan fakta kinerja mata uang pada Peraga-2, bagaikan kondisi paradoksal alias bertentangan. Pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan meningkat dengan kondisi moneter termasuk kinerja Rupiah yang perkasa ternyata tidak didukung dengan "modal serta prasyarat" demi pertumbuhan yang andal dan berkelanjutan yaitu Investasi, Infrastruktur, dan Income alias Penerimaan Pajak.

S. Arnold Mamesah - 19 Desember 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun