Dalam salah satu edisi Washington Post, ditampilkan hasil kajian pada permainan catur dengan judul : What are the chances of survival for each chess piece?, seperti pada Peraga-1.
Dari jajaran "perwira catur", berdasarkan statistik peluang benteng bertahan (sekitar 55%) lebih tinggi daripada perdana menteri (49%). Dengan pemikiran "survival" tersebut, dalam penggambaran pilar fiskal perekonomian Indonesia digunakan benteng.
Hingga saat ini dan beberapa tahun ke depan, kondisi perekonomian dan finansial global masih terdampak Pasca Krisis Keuangan 2008 dengan masalah seperti Secular Stagnation, Deflasi Komoditas, Low GDP Growth. Demi mendorong pertumbuhan, pemerintah telah memilih kebijakan Stimulus Anggaran. Untuk memahaminya, Peraga-2 memberikan gambaran tentang Austerity (Pengetatan) dan Stimulus (Pelonggaran) anggaran.
Pernyataan Presiden ini berwawasan jangka panjang; berkaitan dengan kebijakan fiskal perekonomian Indonesia yang mencakup dua sisi yaitu belanja (spending) dan sisi penerimaan (revenue). Berdasarkan hal tersebut, layak dipahami pilar penopang fiskal perekonomian seperti pada Peraga-3.
Sebagai ilustrasi, gambaran defisit, utang dan PDB (atau GDP : Gross Domestic Product) diberikan pada Peraga-4.
Sisi belanja yang berdampak defisit dan utang perlu diimbangi dengan Pilar Kedua berupa penerimaan yang mencakup pajak, bea, cukai, serta penerimaan non pajak. Besaran penerimaan pajak tahun anggaran 2015 berada pada kisaran 11% dari PDB; sehingga butuh upaya melalui perluasan pembayar pajak dan penggiatan pencatatan serta pengumpulan pajak dari transaksi dagang atau komersil.Â
Perlu dipahami bahwa tidak semua transaksi dagang atau komersil dapat dicatat; yang tidak dicatat disebut transaksi ilegal. Transaksi tidak dicatat akibat ketidak sengajaan atau untuk sementara diabaikan karena jumlahnya kecil dan tidak berarti (immaterial). Kelompok kedua meliputi transaksi yang tidak ingin dicatat atau menghindari pencatatan melalui berbagai upaya pengelabuan.Â