Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Defisit itu Memang Perlu

1 Maret 2016   04:00 Diperbarui: 1 Maret 2016   22:43 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Defisit itu Memang Perlu - Prepared by Arnold M"][/caption]

Pemahaman Defisit

“The boom, not the slump, is the right time for austerity at the Treasury.” - John Maynard Keynes (1937)

Kutipan tersebut mengingatkan bahwa saat tepat untuk berhemat dilakukan pada kondisi berlebih (Peak); jika merujuk pada siklus perekonomian (Peak - Recession - Trough - Recovery). Tetapi kemudian "sangat tidak beralasan" menghambur (boros) saat kondisi turun (resesi) atau bahkan sudah mencapai palung (Trough), walaupun sebenarnya perlu demikian, yang dikenal dengan sebutan stimulus.

Kondisi yang dihadapi pemerintah dalam mengelola anggaran negara yang secara tahunan dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); mencakup sisi penerimaan (pajak dan bukan pajak) dan sisi pengeluargan (pengeluaran rutin, dana pembangunan khususnya berkaitan dengan layanan publik, pemenuhan kewajiban utang). Saat penerimaan kurang dari pengeluaran maka terjadi Defisit Anggaran yang kemudian ditutupi dengan Utang. Umumnya kondisi defisit terjadi saat pemerintah berusaha kegiatan perekonomian pada sisi permintaan (stimulus demand) dan peningkatan pembiayaan untuk layanan publik atau infrastruktur.

Dalam pengendalian defisit dan utang, digunakan indikator yang berrelasi dengan Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP : Gross Domestic Product); masing-masing Rasio Defisit Anggaran terhadap PDB yang tidak lebih dari 3%; dan Rasio Utang terhadap PDB (atau Debt Service Ratio - DSR) maksimum 60%. (Panduan rasio ini mengadopsi Kesepakatan Mastricht atau Mastricht Treaty 1992 saat pembentukan European Union dengan sebutan Euro Convergence Criteria).

Dalam kondisi tekanan pertumbuhan ekonomi global dan gejolak keuangan yang dialami negara anggota European Union, Perancis, Italy, Spain, dan Portugal (termasuk Yunani) "merasa perlu" menerobos ketentuan batasan defisit anggaran dalam upaya mendorong perekonomian melalui kebijakan fiskal (anggaran). Sementara perekonomian Indonesia sepanjang 2015 defisit anggaran 2,58% dan pertumbuhan PDB : 4,79% serta konsisten menjalankan kebijakan stimulus (non pengetatan) anggaran.

Defisit Membawa Pertumbuhan 

Sering muncul retorika anti defisit yang kelak akan membuat utang menggunung serta merampok masa depan anak-cucu. Sementara peningkatan pertumbuhan membutuhkan investasi demi peningkatan layanan publik dan mendukung pengembangan sektor industri. Pertumbuhan (NET) tetap positif apabila defisit anggaran tidak lebih dari pertumbuhan PDB; tetapi sebaliknya beban utang terhadap PDB (DSR) akan bertambah apabila pertumbuhan turun (walaupun utang tidak bertambah). Dengan perkataan lain, rasio utang akan berkurang jika digunakan untuk investasi infrastruktur yang meningkatkan pertumbuhan (Lihat Kontradiksi Utang dalam artikel : Defisit Anggaran dan Utang Ternyata Menyehatkan).

Dalam Tabel-1 berikut ini diberikan gambaran defisit anggaran terhadap PDB dan pertumbuhan ekonomi untuk beberapa negara (setara dengan Indonesia) masa pasca Krisis Keuangan 2008.

[caption caption="Comparison Deficit and GDP Growth by Country - Prepared by Arnold M"]

[/caption]

Sumber Informasi : IMF Data Mapper

Dari Tabel-1, tiga urutan pertama rerata defisit anggaran (mulai dari paling rendah) adalah Thailand, Indonesia, Turki; sementara tiga urutan pertama rerata pertumbuhan PDB (mulai dari tertinggi) adalah : India, Indonesia, dan Malaysia. Jika dihitung Score-nya (penjumlahan Defisit Anggaran dan Pertumbuhan PDB), urutan peringkatnya mulai dari paling tinggi adalah Indonesia (Top Rank), Thailand, Turki.

Dari perbandingan ini, model India memberikan pembelajaran bahwa defisit besar akan memberikan pertumbuhan hampir 8% sementara jika dilihat model Thailand dengan pengendalian ketat pada defisit anggaran memberikan pertumbuhan 3%.

Investasi Infrastruktur Sangat Perlu

Pilihan pengembangan infrastruktur untuk peningkatan pertumbuhan tidak perlu dikaji lagi. Fokus pada infrastruktur sudah menjadi tekad pemerintah dengan penetapan melalui Perpres 3/2016 (yang mencakup 225 Proyek Strategik Nasional ditambah 1 paket Ketenagalistrikan). Sementara untuk masa 2016-2019 telah ditetapkan 30 (tiga puluh) Proyek Infrastruktur Prioritas yang langsung dimonitor dan dikendalikan KPPIP (Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas), dipimpin Menko Perekonomian. 

Proyek infrastruktur Prioritas ini mencakup kategori Power & Energy, Transportation & Logistic, Water & Sanitation,  Telecommunication, seperti pada Chart-2 di bawah ini.

[caption caption="PIP30 Detail and Share by Category - Prepared by Arnold M"]

[/caption]

Sumber Informasi : Harian Nasional - Harnas

Dalam kondisi korporasi yang berada dalam tekanan akibat "bencana neraca", sulit berharap akan peningkatan penerimaan pajak. Sementara menunda investasi infrastruktur akibat dana yang tersedia tidak ada atau sangat kurang, berarti mengingkari pemahaman mendapatkan manfaat peningkatan pertumbuhan masa mendatang.

Defisit anggaran dengan batas atas 3% disusun berdasarkan Ceteris Paribus. Angka defisit APBN 2,15% dari PDB bukanlah suatu Tiang Garam (Pillar of Salt) yang tidak bisa diubah dengan tentunya pertimbangan dan manfaat yang matang. Pembelajaran sudah ada seperti diberikan pada Tabel-1; tetapi perlu keputusan segera untuk penambahan Defisit Anggaran; dan jika perlu lebih dari 3% melalui berbagai berbagai skema utang atau instrumen lain. 

Tidak bisa diingkari bahwa Defisit itu Memang Perlu !

Catatan. Tiang Garam atau Pillar of Salt menunjuk pada kisah Sodom dan Gomorrah dan patung batu isteri Lot; simbol dari "kutukan" terhadap pola pikir yang terbelenggu masa lalu tanpa mengutamakan masa depan.

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

1 Maret 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun