2. Neraca perdagangan Indonesia dengan USA (Grafik-1) selalu surplus (masa Januari - Agustus 2015 surplus sebesar USD 6,3 miliar), dengan Jepang (Grafik-3) trend-nya menuju setimbang (balance - jumlah defisit masa Januari - Agustus 2015 sebesar USD 450 juta).
3. Neraca perdagangan Indonesia dengan China (Grafik-4) selalu defisit, masa Januari - Agustus 2015 besarnya : USD 10.1 miliar dengan trend defisit terus membesar.
4. Dalam trend pertumbuhan GDP menurun, China akan berupaya meningkatkan ekspor, termasuk ke Indonesia; sehingga menekan sektor industri Indonesia. Ekspor Indonesia ke China akan mengalami tekanan dan sudah terjadi seperti yang dapat dilihat pada grafik-4. Dengan neraca yang selalu defisit, layak untuk mengatakan bahwa perdagangan dengan China membawa tekanan pada depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika.
5. Sejalan dengan pemahaman teori Gravity dalam perdagangan global, peningkatan perlu dilakukan dengan negara yang GDP-nya bertumbuh. Dengan trend naik pertumbuhan perekonomian USA dan Australia, akan dapat diharapkan kenaikan nilai ekspor dan dengan Jepang layak untuk dipertahankan posisi setimbang.
Dengan pertimbangan di atas dan melihat pada proyeksi pertumbuhan ekonomi, perdagangan dengan TPP memberikan prospek lebih baik bagi perekonomian Indonesia daripada dengan China yang sedang mengalami penurunan pertumbuhan.
Investasi TPPÂ dan ChinaÂ
Agar dapat memahami positioning USA pada kawasan TPP, perlu melihat dokumen "The Economic Benefit of US Trade"; dengan investasi perusahaan USA di kawasan Asia Pasifik pada 2013 besarnya mencapai USD 695 miliar dan akan terus dikembangkan. Sementara bagi Jepang, Indonesia merupakan target utama investasi selain Thailand di kawasan Asean.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi negara-negara penerima investasi China diberikan pada grafik-5 berikut ini.
Grafik-5 :Â Pertumbuhan GDP Negara Penerima Investasi China
Sejak pertemuan APEC, Oktober 2014 di Beijing, Presiden Jokowi terlihat sangat dekat hubungannya dengan Presiden China. Mungkin mengharapkan peran China sebagai mitra yang dapat memberikan surplus dalam hal perdagangan dan "key investor" dalam pembangunan. Setahun berlalu dan harapan kepada China tidak tercapai. Bahkan belajar dari perjalanan pertumbuhan perekonomian Brazil dan Afrika Selatan yang merupakan mitra China dalam ikatan BRICS (Brazil, Russian, India, China, South Africa), memberikan hasil negatif.Â