Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Fakta dan Pembelajaran untuk Atasi Gejolak dan Krisis

20 Mei 2015   03:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   20:06 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Pertumbuhan Ekonomi dan Respon

Pada Selasa, 5 Mei 2015, BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2015 tumbuh 4,71 %”. Pemerintah menunjuk pada kondisi perekonomian dunia yang “seret”, turunnya harga komiditas serta belum lancarnya aliran belanja pemerintah khususnya sektor infrastruktur. Otoritas moneter juga menunjuk faktor eksternal pada kondisi Dolar Amerika yang kuat serta pada kondisi aliran dana asing yang keluar. Pada 19 Mei 2015, Bank Indonesia memutuskan BI Rate (suku bunga acuan) tetap 7.5% dan mendorong kredit serta  memberikan kelonggaran untuk KPR (kredit pemilikan rumah) dan KKB (kredit kendaraan bermotor)

Pembelajaran berdasarkan Fakta

Pernyataan kantor staf presiden menyebutkan bahwa Pemerintahan Jokowi mewarisi ekonomi yang lambat. Sayang informasi ini tidak dianalisis agar bermanfaat dalam menyusun upaya atau kebijakan. Belajar dari fakta masa lalu, keterkaitan kredit dengan pertumbuhan ekonomi.disajikan pada grafik-I berikut ini.

 

Penjelasan Grafik-I : sumbu kiri prosentase pertumbuhan kredit dan sumbu kanan prosentasi pertumbuhan PDB, memberikan informasi pertumbuhan kredit usaha, kredit konsumsi dan pertumbuhan triwulanan PDB untuk masa 2010 hingga Triwulan-I 2015.

Dengan menggunakan Trend Analysis didapatkan pembelajaran antara lain :

1. Pertumbuhan PDB naik selaras dengan kenaikan kredit usaha;

2. Peningkatan Kredit konsumsi tidak memberikan kontribusi yang berarti pada pertumbuhan PDB.(dari grafik dapat dilihat bahwa kenaikan kredit konsumsi dan pertumbuhan PDB berlawanan arah, trend kredit konsumsi naik tetapi trend pertumbuhan PDB turun)

Mengapa kredit usaha tidak bertumbuh sedangkan kredit konsumsi naik pada beberapa triwulan terakhir ? Jawaban karena tingginya suku bunga kredit perbankan.

Apa yang terjadi dengan suku bunga kredit yang selayaknya mengacu pada suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) seperti pada grafik-2 berikut ini (masa 2005 – 2015)

 

Jika dikaji grafik-2, didapatkan kesimpulan antara lain :

1. Besarnya selisih suku bunga acuan BI dan suku bungan kredit usaha (rentang 5-6%)

2. Kenaikan kurs tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah (saat ini pada kisaran Rp. 13.100,-) tidak menunjukkan relasi yang kuat dengan BI Rate. Dalam masa 2005 hingga 2015 triwulan-I, fluktuasi nilai tukar tidak dipengaruhi BI Rate. bahkan pada rentang pertengahan 2011 hingga 2015 saat BI Rate tetap kurs tukar mengalami kenaikan drastis.

Kenapa suku bunga kredit usaha tinggi ? Apakah karena suku bunga acuan BI yang saat ini masih berada pada 7.5% dianggap tinggi sehingga perlu diturunkan atau karena kebijakan selisih (spread) suku bunga yang diberlakukan perbankan (5-6%).

Faktor pengendalian inflasi dan kenaikan nilai tukar digunakan Bank Indonesia sebagai pertimbangan dalam penetapan BI Rate. Pengalaman awal tahun 2015 saat penurunan BI Rate dari 7.75% menjadi 7.5% membuat kurs tukar lantas melonjak. Analisis dan konklusi “causal-effect” (penurunan BI Rate mengakibatkan kenaikan kurs tukar) yang digunakan sebagai pembenaran dalam penetapan suku bunga acuan BI adalah tidak tepat. Kenaikan kurs tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah tidaklah semata karena persepsi bahwa Dolar Amerika memang sedang kuat (akibat kenerja perekonomian USA). Kenaikan kurs tukar lebih didorong akibat tingginya permintaan (demand) akan Dolar Amerika untuk pemenuhan kewajiban pembayaran utang, terutama utang swasta yang maturitasnya pendek. (lihat artikel : Gejala Krisis Akibat Depresiasi Rupiah dan Tekanan Utang) sedangkan pasokan valuta asing kecil atau terbatas.

Pada neraca transaksi berjalan, triwulan pertama 2015 (Januari – Maret) menunjukkan surplus sekitar USD 2.5 milyar pada neraca perdagangan. Dengan demikian permasalahan ada pada aliran dana yang keluar akibat kewajiban utang. Indikasi yang menguatkan hal tersebut adalah  penurunan cadangan devisa pada triwulan pertama 2015 terutama pada Maret 2015 sebesar USD 3.9 milyar.

Bagaimana dengan selisih suku bunga yang diberlakukan perbankan ? Dengan memperhatikan BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional) bank, tingginya selisih suku bunga pinjaman dan BI rate (mungkin) timbul karena biaya operasional yang tinggi atau ada faktor yang berkaitan dengan resiko serta antisipasi kegagalan.

Untuk faktor resiko, praduganya berkaitan dengan :

1. “Non Performing Loan” atau kredit bermasalah sehingga butuh tambahan dana untuk pencadangan

2. Bertambahnya beban akibat dana pihak ketiga khususnya utang luar negeri.

Tentunya tidak semata berpraduga atas faktor dalam perbankan. Namun, jika diperhatikan posisi pinjaman luar negeri sektor swasta dan perbankan dalam masa 2014 hingga Februari 2015 (sumber Bank Indonesia – SEKI), dapat diprakiran bertambahya beban utang dan bunga atas utang luar negeri (dalam valuta asing, umumnya Dolar Amerika) dan dampak depresiasi kurs tukar Dolar Amerika (USD). Secara rerata kurs tukar USD sejak pertengahan 2012 pada sekitar Rp. 9.600 menjadi sekitar Rp. 13.000 pada Mei 2015, suatu kenaikan yang drastis dan lebih dari 30% sementara pada sisi lain pendapatan perbankan sebagian besar dalam mata uang Rupiah (Lihat grafik-3)

 Penjelasan Grafik-3 : sumbu kiri besaran pinjaman dalam Juta USD.

Posisi utang luar negeri perbankan pada Maret 2015 adalah sebagai berikut :

1. Utang Jangka Pendek (maturitas kurang dari 1 tahun) : USD 21.126 Juta

2. Utang Jangka Panjang (maturitas lebih dari 1 tahun) USD 10.222 Juta

3. Jumlah : USD 31.348 Juta.

Dengan memperhatikan besarnya pemenuhan kewajiban jangka pendek, maka tiap triwulan secara rerata diperlukan sebesar sekitar USD 5.281 milyar (atau per bulan USD 1.76 milyar).

 

Pemanfaatan Fakta dan Pemahaman Hasil Pembelajaran

Fakta dan pembelajaran di atas merupakan sebagian dari permasalahan yang berkaitan dengan peran pemerintah, otoritas moneter bersama perbankan, dan pelaku usaha.

Beberapa usulan yang dapat diberikan antara lain :.

1. Harapan besar pada belanja infrastruktur perlu mempertimbangkan kendala dunia usaha yang menanggung beban bunga tinggi atas pinjaman modal kerja. (Hal serupa dialami kalangan pengusaha khususnya pada sektor pertanian dan pengolahan serta industri penyerap tenaga kerja.)

2. Besaran inflasi tahunan (4% +/- 1%) dan kurs tukar Rupiah merupakan target yang harus selalu dijaga. Tetapi jika terlalu ketat dan cemas dalam penurunan BI Rate maka akan terkena dampak dari “kecemasan yang terwujud”(Self Fulfilling Prophecy).

3. Bersikap ekspansif dalam kredit berpotensi pada kenaikan inflasi; tetapi sebaliknya kebijakan yang ketat dan terlalu berhati-hati (Austerity Policy) akan berdampak pada dunia usaha berupa "downward spiral" dan "kerusakan" sektor industri yang selanjutnya akan sulit serta membutuhkan waktu lama untuk pemulihannya. Jika diberikan kesempatan memilih, hindari downward spiral dan kerusakan pada sektor industri !

4. Masalah tekanan akibat pinjaman luar negeri dengan maturitas (jatuh tempo) kurang dari satu tahun, perlu segera disolusikan dengan negosiasi restrukturisasi atau re-scheduling (penjadualan).

5. Situasi Sudah KRISIS. Penanganan krisis perlu ketegasan dalam penetuan prioritas. Bagi para pengambil keputusan dan stafnya, agar bersikap cermat dan cerdas dalam memanfaatkan informasi yang tersedia dan berusaha memahami maknanya serta membangun pemahaman yang komprehensif untuk pembuatan kebijaksaan dan tindakan yang tepat.

Setidaknya sudah kembali disampaikan dan semoga bermanfaat!

Pekan kedua Mei 2015 - Arnold

Sumber informasi :

1. Bank Indonesia - Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia2. Badan Pusat Statistik dengan pengolahan data seperlunya untuk menghasilkan grafik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun