Target dan Trend Pertumbuhan Ekonomi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2015 per 29 September 2014 telah diketok-palu oleh DPR-RI, dan akan menjadi landasan bagi duo Joko Widodo – Jusuf Kalla (JKW-JK) menjalani masa 2015 dalam ikhtiar (Endevour) sebagai pengemban amanat rakyat kurun 2014-2019. Salah satu amanat APBN 2015 adalah target pertumbuhan ekonomi (berdasarkan Produk Domestik Bruto) sebesar 5.8% (sama dengan masa 2013, dana sedikit kenaikan dibanding dengan proyeksi 2014 pada kisaran 5.3% - 5-5%).
Sebagai catatan, angka pertumbuhan ekonomi sejak 2010 menunjukkan trend menurun dan terkesan sulit kembali ke angka di atas 6%. Kontribusi pertumbuhan terbesar diberikan faktor konsumsi (rumah tangga), dengan sedikit dorongan dari belanja pemerintah (APBN), tidak banyak dari investasi dan bahkan kontribusi negatif dari sisi perdagangan (defisit, nilai impor lebih besar dari ekspor).
Dalam kondisi demikian dengan varian dampak kebijakan pengalihan subsidi BBM, perlu terobosan agar angka pertumbuhan ekonomi 7% atau bahkan lebih, untuk masa selanjutnya dapat dapat diwujudkan.
Obat Penangkal Radang
Kondisi ekonomi Indonesia pada masa transisi menuju JKW-JK, mengalami peradangan dan rawan menjadi akut jika tidak mendapatkan penanganan yang layak. Perlu langkah awal berupa pemberian “analgesika” (obat anti radang akut) antara lain dengan mendorong perubahan pada pola konsumsi BBM dan konsumsi yang mengutamakan produk lokal sebagai substitusi impor. Pada sisi ekspor, memperkuat daya saing produk, khususnya yang bernilai tambah, sehingga dapat meningkatkan nilai ekspor yang pada akhirnya mengubah neraca perdagangan menjadi surplus.
Dalam kondisi fiskal (APBN) yang terbatas ruang geraknya, tidak banyak yang diharapkan dari stimulus APBN untuk mendorong pertumbuhan. Sehingga, investasi perlu didorong dan diupayakan untuk berperan baik dalam bentuk Foreign Direct Investment (Investasi Asing Langsung) atau Investasi Domestik khususnya pada sektor industri; utamanya yang menghasilkan produk berorientasi ekspor dan pemenuhan konsumsi dalam negeri. Indonesia sebagai tujuan investasi masih dianggap menarik prospeknya; namun perlu terus diupayakan penyederhanaan pada masalah perijinan dan yang berkaitan dengan birokrasi, serta konsistensi aturan. Untuk investasi domestik perlu dukungan pendanaan melalui perbankan atau sumber dana lainnya.
Namun, yang juga sangat dibutuhkan untuk industri adalah dukungan infrastruktur. Dengan demikian, perlu perhatian khusus dalam pengembangan infrastruktur agar sektor industri dapat berkembang; dan keduanya secara bersinergi akan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Harta Kekayaan Negeri untuk Kemakmuran
Dari catatan penerimaan APBN 2015, angka 410 Trilyun Rupiah (IDR 410 T), merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari jumlah tersebut, sekitar IDR 200 T merupakan hasil dari migas dan gas bumi yang merupakan “harta kekayaan” anugerah Yang Maha Kuasa kepada segenap rakyat Indonesia. Namun, karena paradigma (pola pikir) bahwa harta kekayaan itu didapat dengan “mudah”, pemanfaatannya berkesan boros dan tanpa berwawasan untuk kemakmuran masa depan.
Sedotan biaya subsidi BBM dan biaya penyelenggaraan negara (birokrasi), serta distribusi ke daerah, menyebabkan harta itu tidak dapat dimanfaatkan untuk investasi yang pada akhirnya tidak dapat diharapkan tuaian hasil bahkan hanya menjadi asap yang mengotori udara dan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Mari sejenak berandai-andai untuk peningkatan kemakmuran tanpa menghabiskan harta kekayaan negeri.
Jumlah PNBP IDR 200 T sebagai harta kekayaan dari minerba dan migas disisihkan dan ditabung untuk kemudian dikelola dengan bijak dan diakumulasikan setiap tahun untuk masa 20 tahun ke depan. Dana dari Harta Kekayaan Negeri (Hakari) mulai berinvestasi untuk pengembangan infrastruktur mendukung pengembangan industri dan penyerapan tenaga kerja. Gambarannya penyisihan harta dan investasi ditunjukkan pada table berikut ini.
Model Investasi Infrastruktur ala Hakari dan Serapan Tenaga Kerja Masa 20 tahun
Penjelasan tabulasi di atas adalah sebagai berikut.
1. Secara konsisten, sejumlah IDR 200 T yang merupakan harta kekayaan dari minyak dan gas bumi, berturutan selama 15 (lima belas tahun) disisihkan untuk dikelola Pokari.
2. Pokari melakukan investasi untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung industri dengan masa tenggang 5 (lima) tahun dan interest per tahun sebesar 8% (yang kemudian akan diakumulasi sebagai tambahan dana). Besaran jumlah investasi pendukung infrastruktur diawali dengan jumlah IDR 100 T dan kemudian meningkat menjadi IDR 200 hingga 250 T.
3. Dengan asumsi upah bagi tenaga kerja sebesar 60 juta rupiah per tahun, maka secara akumulatif untuk 20 tahun dapat diserap hingga 30 juta tenaga kerja dan jumlah harta yang disisihkan sebesar 15 x IDR 200 T atau IDR 3.000 T, yang menghasilkan investasi sebesar IDR 4.500 T dan cadangan dana sebesar IDR 278 T.
Upah "Kemegahan" karena Bijak
Jika dikaji gambaran yang diberikan diatas, akan didapatkan kemegahan antara lain :
1. Percepatan pembangunan infratruktur untuk mendukung pengembangan industri domestik
2. Penyediaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja dengan pendapatan yang layak
3. Pelanggengan harta kekayaan negeri sehingga tidak “hangus menjadi asap”dan bahkan akan bertambah
4. “Trickle Down Effect” pada siklus perekonomian khususnya konsumsi masyarakat
5. Peniadaan tekanan utang negara untuk dana pembangunan infrastruktur
6. Percepatan pertumbuhan ekonomi
7. Perwujudan kemandirian dan kedaulatan negeri dalam mencapai kemakmuran bagi segenap rakyat
Ini sebuah langkah awal dan gugahan bagi segenap masyarakat serta pembawa amanat rakyat untuk dapat melihat sisi lain pada pengelolaan kekayaan negeri serta menciptakan terobosan dalam kemandirian menggapai kemakmuran.