Sekarang tawaran kedua datang dari pamanku yang kuliah di Universitas Sam Ratulangi Manado. Kami berbicara lewat telepon dan dia mengajak aku untuk kuliah di sana yaitu paman Eman.
" Lebih baik kamu kuliah di Universitas Sam Ratulangi, di sini juga ada Program Bidikmisi" pamanku memberikan sebuah tawaran lewat telepon. "Oke paman nanti aku hubungi soalnya aku harus berbicara dengan ayah sama ibuku dulu" sahutku lewat telepon. "Baiklah! langsung paman menutup teleponnya.
"Ibu, kalau aku tidak diijinkan kuliah di Ambon, bagaimana kalau aku kuliah di Manado saja? Tadi paman menelpon aku kalau jadi berarti dia siap mendaftarkan aku di sana, juga mendaftarkan aku mengikuti Program Bidikmisi, bagaimana bu?" aku bertanya pada ibu.
"Ibu tidak keberatan kamu kuliah di Manado, tapi ayahmu, apa ia mengijinkan?" ibu menjawab dengan ragu. "Nanti ibu bicara sama ayah, bisa kan bu?" aku berusaha membujuk ibu agar berbicara dengan ayahku. "Baiklah nanti aku bicara sama ayahmu" lanjut ibu.
"Leo membatalkan kuliah ke Ambon" dengan nada pelan ibu berbicara pada ayah di ruangan tamu. "Kenapa?" sahut ayah. "Barusan pamannya menelpon bahwa mengajak Leo kuliah bersamanya di Unsrat dan mengikutkan Leo Program Bidikmisi" lanjut ibu. Ayah tak merespon lagi langsung pergi dari rumah.
Kini tinggal sebulan lagi namun ayah belum ada respon sebab ayah masih saja bersikeras agar aku tetap kuliah di Tobelo. Sedangkan aku hanya menangis di dapur karena ayah tidak mengijinkanku.
"Mikhael, ikuti kemauan Leo" ibu berusaha lagi membujuk ayahku agar mengijinkan aku kuliah di Unsrat Manado.
"Baiklah, tapi bilang sama Leo jangan pulang sebelum selesai studi. Kalau Leo pulang sebelum selesai studi berarti sampai di situ kuliahnya." Dengan rasa kesal ayah terpaksa mengijinkan.
Setelah ayah mengijinkan, malam ini aku berkunjung ke rumah Yeri untuk menceritakan hal ini bahwa ayahku telah mengijinkan. Juga pada esok hari Yeri mau berangkat ke Manado.
Paginya aku memastikan Yeri berangkat atau tidak karena hari aku berangkat ke Manado. "Om, bagaimana Yeri sudah siap? Hari ini aku berangkat." Aku bertanya pada ayah Yeri saat kami lagi duduk di teras rumahnya. "Oh iya, sudah." Ia langsung masuk mengambil koper Yeri.
Namun, Yeri tidak keluar, masih di dalam kamarnya. Setelah ayah Yeri memasukan koper ke dalam bagasi mobil." Yeri... Yeri cepat mobilnya mau berangkat nih" Om Iber memanggil Yeri namun Yeri tidak menyahut. Sedangkan aku sudah di atas mobil. Lalu ayahnya Yeri itu masuk mendapati Yeri sedang menangis di dalam kamar.