Mencari pasangan hidup dalam budaya Suku Modole dengan cara "menangkap mempelai perempuan untuk dijadikan istri."
Ketika seorang lelaki menyukai pada seseorang (lawan jenis) ia akan menyuruh kepada beberapa orangtua atau perempuan untuk menangkap dia. Lalu, membawa perempuan itu ke rumahnya.
Biasanya, mereka "menangkap" mempelai bukan di rumahnya ataupun di rumah tetangga, tetapi di jalan atau di kebun. Apa perempuan itu diam saja?Â
Tentu, ia akan melarikan diri ketika mengetahui bahwa mereka akan "menangkapnya." Namun, perempuan-perempuan "suruhan si lelaki" itu akan terus mengejar sampai benar-benar mendapati dia dan membawa ke rumah.
Sampai di sini, pasti Anda berpikir lagi, bahwa ini melanggar hak asasi manusia seseorang dalam mencari pasangan hidup kan? Atau Anda berpikir juga bahwa budaya semacam itu tidak baik?
Ya, itu pasti bila memandang kebudayaan dari perspektif kebudayaan Anda. Tetapi, belum tentu bagi kebudayaan setempat atau budaya Suku Modole karena ini merupakan kesepakatan bersama.
Memang, awalnya memaksa dengan cara "menangkap" tetapi tidak sampai di situ. Sebab, sebelum dijodohkan mereka akan menanyakan terlebih dahulu kepada perempuan itu ketika ia menyatakann ya berarti perjodohan akan segera dilakukan atau dilanjutkan. Kalau tidak, perjodohan pun dibatalkan.
Selain menjodohkan dengan cara memaksa atau "menangkap" tetapi dalam hal menentukkan perjodohan ini adalah si mempelai perempuan atau menanyakan kepada perempuan itu seperti yang diuraikan di atas.
Apa sampai sekarang masih ada?
Itu dulu. Sekarang, seiring perkembangan zaman, budaya tersebut hilang atau dihilangkan menurut mereka itu tidak baik tetapi dulu hal ini lumrah.
Sekarang, seseorang mencari pasangan hidup seperti yang kita kenal saat ini yaitu seorang lelaki bebas memilih pasangan hidupnya begitu juga dengan seorang perempuan.