Manusia itu seperti embun pagi yang bertengger sebentar di dedaunan atau bunga di taman. Ketika sang mentari terbit embun pagi menghilang dalam sekejap.
Embun pagi tak berdaya ketika diterpa cahaya sang mentari. Begitu juga dengan kehidupan manusia, jangankan ajal menjemputnya, manusia seringkali diperhadapkan dengan suatu peristiwa walaupun itu kecil rasanya ingin pasrah saja.
Menjalani kehidupan di dunia memang tak sulit, tapi namanya hidup pasti ada waktunya dimana kita akan merasa kesulitan, bahkan pasrah pada suatu keadaan.
Dan memang, itu alami terjadi dalam kehidupan manusia sebab alam mempunyai hukumnya sendiri seperti embun pagi ketika matahari terbit mau tak mau embun pagi harus pergi walau pun esoknya ia datang lagi bertengger di dedaunan atau bunga-bunga di taman.
Andai saja embun pagi bisa berbicara kan kutanyakan padanya: Wahai embun pagi, apakah kau sendiri pergi ketika sang mentari datang memancarkan cahayanya atas dirimu? Ataukah sudah seharusnya kau pergi dari dedaunan atau bunga di taman? Atau kehadiran sang mentari mengusik keberadaan mu sehingga engkau pergi?
Sayangnya, embun pagi tak bisa bicara begitu juga dengan kehidupan. Andai saja kehidupan bisa berbicara takkan kubiarkan kesulitan hadir dalam hidupku sebab itu mengusik ketenangan ku.
Tetapi, hidup itu punya tatanan sendiri-sendiri baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan. Jadi, mau tak mau kita harus mengikuti tatanan itu dan sebenarnya kita telah mengikuti skenario kehidupan yang telah ditentukan oleh Sang pemilik skenario kehidupan.
Bailengit, 10 Oktober 2022
Arnol Goleo [12:04 WIT]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H