Berbagai argumen pro dan kontra terhadap rencana pembahasan revisi UU KPK membuat analogi yang terkadang membuat kening kita mengkerut. Mengkerut bukan karena senang, tapi mengkerut karena khawatir atas rencana peran KPK yang akan semakin di batasi.
Sebenarnya kita tak habis pikir, KPK sendiri sudah mengatakan bahwa selama ini KPK dalam bekerja merasa nyaman-nyaman saja hampir tak ada hambatan yang berarti. Jadi buat apa membuat revisi UU tersebut. Berarti jika KPK sendiri merasa nyaman dan tak ada masalah yang berarti. Maka akan menjadi sungguh aneh jika justru ada pihak-pihak diluar sana sangat bersemangat untuk merevisi UU KPK? Apa sesungguh yang terjadi dengan UU itu sendiri. Alasan cengceremet seolah mengada-ada bahwa KPK menjadi lembaga super body tak ada yang mengontrol sangatlah tidak relevan. Tentunya pada saat awal melahirkan UU ini mereka-mereka yang terlibat saat itu telah berpikir jauh dampaknya akan kemana saja?
Tapi yang jelas selama ini banyak pihak yang merasa was-was dan tak nyaman dengan tindakan KPK yang semakin sering melakukan operasi tangkap tangan? Pihak yang tidak nyaman ini tentunya mencari berbagai cara agar bagaimana caranya mencari celah supaya wewenang KPK harus segera dibatasi. Supaya tidak bebas lagi dan semena-mena dalam melakukan operasionalnya yakni memburu para koruptor.
Anda-anda semua secara kasat mata tentu sudah bisa menebak siapa-siapa yang pro dan kontra serta partai apa saja yang berada dibelakang para politisi senayan tersebut.
Satu-satu anggota partai baik pengurus maupun para elitnya mulai di panggil KPK untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan korupsi dan keterangan terbuka disidang pengadilan. Biasanya para terdakwa mulai menyebut oknum-oknum pengurus partai di partai tertentu, dan saat yang sama biasanya teman sejawat mereka langsung membantah dengan alasan klarifikasi. Bahkan kadang dibela dengan sangat emosional seperti menuduh, ah hanya konspirasi lalu dikaitkan dengan logika-logika yang setengah dipaksakan agar mendukung pembelaan diri atas rekannya?
Dari 560 orang yang berada di Senayan, jika makin banyak yang dipanggil KPK atau namanya mulai disebut-sebut dalam sidang pengadilan yang mengadili rekan mereka yang korup. Maka semakin ketar-ketirlah mereka dan semakin was-was, jangan-jangan mereka akan dipanggil untuk pengembangan kasus yang sama? Sebelum terjadi maka untuk memprotek diri dengan berbagai cara adalah tindakan yang wajar saja?
Tapi jika tindakan melindungi diri ini terjadi pada beberapa orang, dan dari beberapa orang tersebut bisa mempengaruhi yang lainnya. Maka tinggal tunggu saatnya saja mereka secara kompak dengan gerakan yang sama yaitu lebih baik membatasi tindakan KPK sebelum KPK itu sendiri menyelidiki mereka atau teman-teman mereka?
Apalagi jika disinyalir uang hasil korupsi itu mengalir kemana-mana baik keperorangan ataupun partai. Maka bukan tidak mungkin keputusan partai justru akan menguatkan keinginan mereka-mereka yang mau mengkerdilkan KPK.
Jurus diplomasi yang paling ampuh kalau ditanya wartawan atau pun dalam talk show adalah mengeluarkan kalimat hyperbola yaitu seolah mendukung padahal sebetulnya menjerumuskan. Misalkan statement bahwa UU KPK justru menguatkan KPK agar KPK tidak menjadi lembaga superbody yang tak terbatas. Jadi KPK harus di kontrol juga???
Kalimat diatas seolah baik, tujuannya sangat ideal sesuai cita-cita untuk memberantas korupsi. Tapi dibalik itu sebenarnya adalah racun yang mematikan. Mengangkat diatas ternyata mengerogoti dibawa. Berkedok merevisi tapi ternyata isinya tak sesuai dengan kebaikan utk memberantas korupsi?
Permainan Alibaba petak umpet seperti ini lah yang sekarang kita saksikan dalam rencana pembahasan Revisi UU KPK. Seolah baik tapi justru mengikari kebaikan itu sendiri lalu ngotot pula sok bagai pahlawan Robinhood?