Melihat betapa blak-blakannya Ahok pada acara mata Najwa dalam menjawab berbagai pertanyaan kritis yang lontarkan oleh pembawa acara sendiri yaitu Najwa Shihab.
Penonton seolah dibius dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang menohok Ahok dan menurut perkiraan akan susah dijawab, ternyata dengan gamblang dan apa adanya, tanpa direkayasa Dia telah menjelaskan secara rasional atas jawaban pertanyaan pertanyaan tersebut.
Berbicaranya seolah mengalir begitu saja, tanpa rekayasa yakni berpikir seolah diplomat ulung yang mencari padanan kata yang enak namun Ahok menampikan semua itu dan berkicau se-adanya, tapi tetap saja tak bisa disembunyikan bahwa Ahok dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan fakta dan logika yang nyata. Tanpa harus membuat takut terhadap berbagai pihak yang mudah sensitif bila mendengarkan dialog ini.
Kunci blak-blakan, apa adanya menceritakan fakta dan membuat rencana yang riil tanpa terkesan NATO alias no action tak only. Membuat sebagian penonton semakin terkesimak menyaksikan bagaimana kontroversinya Ahok belakangan ini yang sering di muat di berbagai media.
Perangkap ala Ahok yaitu bekerja keras sedemikian rupa agar mewujudkan pembangunan Jakarta yang lebih sejahtera. Menjadi senjata ampuh dalam menghadapi serangan dari lawan politik selama ini. Walaupun banyak pihak yang masih nyinyir akan pekerjaannya tapi beliau tetap tidak peduli. Bahkan prinsipnya bahwa “Gua sih” yang penting adalah kerja dan jawaban ini menjadi senjata pamungkas bila menghadapi para pembencinya.
Bisa dibayangkan bagaimana Najwa bertanya apakah pak Ahok akan mengeluarkan ongkos atau mahar politik. Maka di jawab dengan santai “Gua sih tidak akan pernah mau mengeluarkan ongkos politik kepada partai politik” Lalu di tanya lagi apakah juga dengan relawan Teman Ahok, demikian dengan tegas Ahok menjawa “Iya!!!,..Najwa melanjutkan lagi dengan penekanan apakah Ahok tidak takut nanti dibilang pelit?
Maka dengan gamblang dia menjawab: “ saya kan sudah berkorban waktu dan tenaga untuk membangun Jakarta, hayo mari kita sama-sama membangunnya, jangan saya sendiri saja. Masak saya sudah mau berkorban malah dimintain uang lagi. ??? ya gak mungkin lah”. Dilanjut kembali oleh Najwa sambil becanda,..wah, wah Ahok memang bener-bener pelit nih..lalu Ahok Cuma tertawa.
Dialog tersebut kelihatannya ringan dan sederhana, tapi dari dialog itulah. Nampaok Ahok ingin menunjukkan kepada publik bahwa siapa sebenarnya dia. Dia mau membuka ke publik bahwa untuk membangun Jakarta jangan hanya di fokuskan kepada dia tapi hendaknya dibangun secara bersama.
Jangan dia dijadikan objek sasaran untuk membangun Jakarta hanya seorang diri lalu yang lain seolah cuma jadi penonton bahkan bukan hanya sebagai penonton tapi juga ikutan menggerogoti dirinya, dan secara tersirat bahwa Ahok tak menyukai keadaan demikian.
Kita menyadari bahwa bila seorang akan maju menjadi calon kepala daerah, selama ini selalu dianggap seperti hanya ambisi pribadi dan bila terpilih seolah baru saja merebut kursi empuk kekuasaan. Sehingga dengan mudah kekuasaan tersebut dipergunakan untuk mengembalikan segala biaya operasi disaat dia kampanye. Anggapan yang demikian parah telah menjadi kebiasaan seolah umum terjadi dalam setiap pilkada. Seolah menjadi hal biasa kalau seorang ingin mau jadi kepala daerah harus mengeluarkan uang puluhan milyar. Serta bagi yang rakus uang seolah menjadi haknya untuk memintai atau membiayai dari calon kepala daerah itu bahkan bisa-bisa juga disertai seperti seolah dilelang kepada calon lainnya.
Mulai berkedok meminta membangun prasarana umum, jalan, jembatan, rumah ibadah sampai ke hal-hal yang tak masuk akal misalnya membiaya segala operasional kantor cabang partai dsb, atau biaya perjalanan rekreasi beberapa politisinya berkedok seolah ke Jakarta ingin menemui DPP partainya.