Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Deparpolisasi, Gerakkan Rakyat Melawan Elite Partai KKN

11 Maret 2016   16:32 Diperbarui: 11 Maret 2016   18:23 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebetulnya istilah deparpolisasi rasanya kurang tepat. Mana mungkin rakyat bisa membubarkan partai politik karena yang membubarkan suatu partai adalah forum tertinggi partai tersebut.

Mungkin konotasi deparpolisasi ini telanjur beredar meluas gara-gara pernyataan beberapa petinggi sebuah partai politik. Seolah menuduh ada gerakan yang mengarah ke deparpolisasi, ditambah lagi tuduhan-tuduhan tersebut disematkan juga isu liberal terhadap mereka-mereka yang menyukai independen?

Tidak elok kiranya jika tuduhan pembubaran parpol disematkan saat munculnya gerakan mendukung calon independen. Apalagi seolah kata deparpolisasi sebagai senjata pamungkas untuk menghantam pihak lain yang disinyalir berseberangan dengan keingin sekumpulan elit politik salah satu partai tertentu.

Berbagai nara sumber yang berbicara untuk mendukung argumen itu. Justru membuat masyarakat semakin asyik menonton gaya mereka, seolah tanpa celah bahwa partainyalah yang paling benar. Bahwa partainyalah yang memperjuangkan hak-hak rakyat selama ini, bahwa partainyalah yang selalu siap mempunyai stok pemimpin dimasa yang akan datang.

Terkesan seolah menggadang-gadang calon-calon dari tempat lain yang tak kalah hebatnya. Lalu seolah ingin mau mengatakan, ini lho kami juga punya calon hebat. Padahal tindakan ini justru kontraproduktif alias tak ada manfaatnya sama sekali. Membuat rakyat semakin tidak suka, seolah seorang pemimpin yang baik didaerah lain tanpa daya, kapan saja bisa di copot atau ditarik oleh parpolnya dan ditempatkan dimana saja.

Jika ini benar dilakukan, maka merupakan bentuk pertaruhan demokrasi dengan peran utamanya adalah oligarkhi elit internal parpol. Yakni satu sisi seolah melaksanakan demokrasi tapi disisi lain yang telah menjadi pilihan rakyat seolah dengan seenaknya saja diintervensi oleh elit parpol.

Model-model atau gaya seperti ini kalau tidak bisa dicegah atau di stop maka akan mendatangkan bencana demokrasi dalam bentuk baru yang akan menjadi gejala di setiap partai.
Marilah kita lihat satu persatu beberapa perilaku partai politik dimana tanpa sadar para elitnya telah melawan kehendak rakyat dan memberlakukan institusi parpol seolah milik pribadi dan keluarganya sambil menyiapkan regenerasi untuk anak cucunya.

Pertama :
Suara angka kemenangan parpol setelah pemilu dijadikan pintu masuk untuk mendapatkan kursi dalam dewan perwakilan rakyat. Jika kursi yang diperoleh cukup banyak, maka bukan tidak mungkin jadi pintu masuk untuk menguasai pimpinan dewan.
Serta dari suara yang cukup inilah menjadi modal dasar untuk mencalonkan seorang menjadi Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota.—Begitulah mekanisme yang harus dilalui sesuai undang-undang pemilu.

Tapi dalam prakteknya yang terjadi jika KPU selesai mengumumkan hasil pemilihan umum. Maka sejak itu rakyat ditinggalkan oleh partai politik, mereka mengatur semaunya, apa saja yang menjadi keinginan elitnya. Mulai dari menempatkan siapa-siapa calon-calon pimpinan politik sampai penentukan kedudukan fraksi akan mereka lakukan.

Seolah terkesan bagai baru selesai menerima rejeki nomplok akan hak kekuasaan baru yang bisa dipergunakan untuk apa saja sesuai kepentingan partai mereka.

Dalam posisi seperti ini jika tepat sasaran artinya menemukan elit parpol yang bijak, yakni tidak memikirkan kepentingan pribadi dan keluarganya serta tidak gampang emosi lalu dendam dengan lawan politik lainnya. Yakni jauh berpikir kedepan untuk mengutamakan kesejahteraan rakyat. Mungkin tidaklah menjadi masalah, karena dengan begitu kekuasaan yang dititipkan rakyat dapat di pergunakan dengan baik sesuai cita-cita yakni kesejahteraan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun