Saking sunyinya, derap langkah kakinya terdengar jelas oleh telinganya. Perlahan tapi pasti, Shanti sudah berada di depan pintu kamar.
Jantungnya berdegup pelan saat tangannya akan menjamah gagang pintu. Ia menarik napas, mengeluarkannya dalam satu helaan saja. Pelan-pelan, keberanian Shanti mulai ditantang ketika tangannya sudah menggenggam gagang. Ia menekannya ke bawah.
Terbuka.
Shanti mendorong daun pintu dengan lemah. Tersingkaplah apa yang yang ada di dalamnya—kegelapan. Tapi tak berlangsung lama ketika ia menekan sakelar lampu kamar—kosong. Ia tak melihat ayah dan ibunya di sana, hanya bantal dan selimut yang tersusun rapi di atas kasur. Semua tampak sudah disusun rapi oleh pemilik kamar. Mungkin sudah lama mereka meninggalkan kamar itu..
“Jadi, di mana mereka?!“
Shanti menggaruk pelan kepalanya. Bukan karena gatal, tapi ia bingung, ke mana lagi ia harus mencari orang tuanya yang tak kunjung memberikan kabar padanya. Sekilas bayangan putih melintas cepat dari belakang. Shanti mengerjap. Lalu, dipalingkan badannya ke belakang.
Tidak ada.
Ia tak melihat apapun di sana. Hanya dia sendiri. Rambut-rambut tipis di kedua tangannya meremang. Nuasana mistis lambat laun semakin kuat, terasa di dalam rumah. Gelagat buruk sepertinya akan datang pada saat ini. Shanti berlari ke dapur mengambil seteguk air. Ia bergegas meninggalkan kamar orang tuanya.
Sesampainya di dapur, Shanti mengambil cangkir kecil yang tersusun di dalam rak piring. Ia menuangkan air ke dalam gelasnya. Gelas sudah terisi penuh. Shanti langsung menghabiskan dalam sekali tenggak. Ia meletakkan gelasnya ke tempat cucian piring yang berada di sebelahnya. Shanti hendak berbalik sesudah rasa dahaga di tenggorokan telah terobati.
Mata Shanti terbeliak ketika sesosok makhluk halus berada tepat di wajahnya. Hanya berjarak beberapa senti saja. Shanti sontak terkejut. Dirinya terperenyak menyaksikan makhluk itu tengah menatap dirinya penuh amarah dan dendam di kedua sorot matanya. Badannya kaku sejenak. Giginya gemetaran. Shanti tak menyadari air matanya meleleh membasahi pipinya.
Sementara Shanti masih mematung, tangan makhluk itu berusaha menjangkau leher Shanti. Ia ingin mencekik Shanti. Shanti tak hentinya menitikkan air mata dari sela kelopak matanya. Shanti setengah mati menggerakkan tubuhnya tapi tak satu pun gerakan yang bisa dilakukan. Sementara, tangan makhluk itu kian dekat. Kulit tangannya yang dingin mulai menyentuh lehernya yang mulus. Dalam hati, tak henti-hentinya, ia berdoa agar bisa lepas dari cengkraman makhluk mengerikan itu.