Mohon tunggu...
Arnaldi Nasrum
Arnaldi Nasrum Mohon Tunggu... -

jangan mudah menyerah dan teruslah mencoba karena tak ada hal yang sia-sia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Kepentingan dalam Krisis Libya

17 Januari 2012   14:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:46 2008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis politik Tunisia yang terjadi pada tanggal 17 Desember 2010[i] menandai dimulainya pergolakan politik di dunia negara Arab. Hal ini ditandai dengan tejadinya efek domino dari krisis politik yang terjadi di Tunisia dan menyebar ke negara-negara lain seperti Mesir, Bahrain, Suriah dan Libya. Adanya krisis politik tersebut disebabkan karena timbulnya ketidakpuasan politik dan tuntutan demokratisasi. Libya merupakan salah satu negara yang tak luput dari pergolakan politik domestik. Tak jauh berbeda dengan negara Arab lainnya, di Libya sendiri terjadi protes dan gerakan pemberontakan sebagai tuntutan terhadap demokratisasi. Dengan kata lain, pemberontakan yang terjadi merupakan refleksi dari inisiatif Masyarakat Libya terhadap rezim yang dimotori oleh Moammar Khadafi yang dinilai sebagai pemimpin otoriter. Sebagai presiden yang telah menjabat dalam kurun waktu yang tidak singkat yaitu seiktar 41 tahun, Moammar Khadafi dalam kebijakannya dinilai tidak merepresentasikan kepentingan rakyatnya.

Dibandingkan dengan negara Arab lainnya, krisis politik yang terjadi di Libya memiliki intensitas pergolakan yang lebih tinggi. Menanggapi krisis politik tersebut yang cenderung terkait dengan aksi protes dan demonstrasi oleh masyarakat Libya, Khadafi lebih mengutamakan penggunaan pendekatan yang represif. Tercatat bahwa pasukan Khadafi melakukan banyak pelanggaran dengan menembaki para demonstran secara membabi buta. Bahkan dengan menggunakan jet tempurnya. Jumlah korban demonstran anti pemerintah Khadafi mencapai 1.000 orang.[ii] Hal ini tentunya dipersepsikan sebagai pembantaian yang dilakukan oleh rezim di Libya terhadap warga sendiri dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam perkembangannya, masyarakat Libya terbagi menjadi dua kelompok yaitu pasukan loyalis Khadafi (pemerintahan Khadafi) dan pihak oposisi yang dimobilisasi oleh Dewan Transisi Nasional Libya. Kedua kelompok ini  memiliki kepetingan yang kontradiktif. Pasukan loyalis Khadafi tentunya memiliki kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan Khadafi. Sangat kontradiktif dengan kepentingan pihak oposisi yang menginginkan Khadafi turun dari tahta kekuasaannya. Dengan agenda utama mencapai kepentingan masing-masing, kedua kelompok tersebut terlibat konfrontasi. Dalam hubungan konfrontatif kedua kelompok tersebut, aksi saling menyerang yang melibatkan warga sipil tak terelakkan. Selain itu, terjadi ketidakseimbangan dari kekuatan kedua kelompok tersebut. Hal ini terlihat dari ketidakberdayaan pihak oposisi menghadapi serangan udara pasukan Khadafi. Kelompok loyalis Khadafi tentunya memiliki militer dan sistem persenjataan yang canggih jika dibandingkan dengan pihak oposisi yang memiliki persenjataan terbatas dan sistem militer yang kurang. Konsekuensinya, pihak oposisi lambat laun mengalami kemunduran.

Di lain hal, adanya isu pembantaian yang dilakukan oleh rezim di libya dan ketidakseimbangan kekuatan pro Khadafi dan pihak oposisi mengundang perhatian masyarakat Internasional. Hal ini juga didukung oleh keinginan pihak oposisi dalam meminta bantuan terhadap dunia internasional terutama PBB. Menanggapi hal tersebut, keterlibatan komunitas internasional sangat berpengaruh terhadap krisis di Libya. Keterlibatan aktor-aktor internasional didasarkan pada agenda utama yaitu menghentikan aksi kejahatan kemanusian dan mengawasi proses transisi pemerintahan di Libya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi internasional tentunya memiliki peranan yang strategis dalam melihat krisis di Libya. Dalam hal ini, keterlibatan PBB diwujudkan dengan menerapkan resolusi 1973 DK PBB[iii] yang mengizinkan anggota PBB menjalankan langkah apa pun yang diperlukan dalam upaya melindungi warga sipil di Libya dari kekerasan pasukan pemerintah pimpinan Moammar Khadafy. Salah satu upaya perwujudan instrumen tersebut adalah persetujuan Dewan Keamanan PBB terhadap zona larangan terbang di atas wilayah Libya untuk melindungi warga sipil dan pemberontak dari serangan udara pemerintah Libya. Kepentingan PBB dalam krisis Libya tentunya untuk melindungi masyarakat Libya dalam krisis politik tersebut. Walaupun secara substansial, keteribatan PBB terkesan lebih merepresentasikan kepentingan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pernyataan Sekjen PBB, Ban Ki Moon yang mengutuk pemerintahan Libya.[iv] Tidak hanya itu, segala upaya dari masyarakat Internasional yang walaupun tidak sesuai dengan prosedur PBB dengan tujuan merugikan pemerintahan Khadafi, mendapatkan legalitas dari PBB. Padahal sebagai organisasi internasional, PBB tentunya harus bersikap netral.

Dari krisis Libya itu sendiri, intervensi NATO (North Atlantic Treaty Organization) menentukan perkembangan pergolakan politik tersebut. Dalam hal ini, NATO mendapatkan mandat dari PBB untuk melakukan intervensi.[v] Dengan landasan tersebut, NATO dalam mencapai kepentingannya, menggunakan instrumen kekerasan dengan menyerang pangkalan-pangkalan militer pasukan loyalis Khadafi, walaupun dalam implementasinya banyak menewaskan warga sipil. Sesuai dengan paradigma realis, keterlibatan NATO dalam krisis Libya tentunya didasari beberapa kepentingan. Kepentingan kapital dan geopolitik merupakan dua hal yang diperjuangkan. Kepentingan kapital berkaitan dengan ladang minyak yang dimiliki Libya. Jika negara-negara NATO seperti Amerika Serikat dan negara barat lainnya, dapat menanamkan pengaruhnya, tentunya hal ini akan berimplikasi pada kontrol perminyakan Libya. Di lain hal, kepentingan geopolitik lebih dikaitkan dengan pergolakan politik di negara-negara Arab dan posisi strategis Libya dalam kawasan tersebut. Berbicara dalam konteks ini, peran utama dalam intervensi NATO tentunya dipegang oleh Amerika Serikat. Dalam hal ini, NATO menjadi kepanjangan tangan Amerika Serikat dalam melihat kepentingannya yaitu menanamkan pengaruhnya di Libya dan terkait ladang minyaknya. Inggris dan Perancis juga merupakan dua negara yang turut serta dalam operasi militer di Libya.[vi] Kedua negara ini memiliki kepentingan untuk memperbaiki perekonomian negaranya dengan melirik kekayaan minyak dan sejumlah mineral lainnya yang melimpah di Libya. Seperti halnya dengan Amerika Serikat, kedua negara ini juga berkepentingan untuk menurunkan Khadafi dari tampuk kekuasaannya dalam menanamkan pengaruhnya di Libya. Khadafi dikenal sebagai pemimpin yang anti barat dan menjadi penghambat kepentingan barat.

Liga Arab dalam peranannya sebagai organisasi yang berpengaruh dalam konstelasi hubungan negara-negara islam, juga menentukan sikap dalam menangani pergolakan di Libya. Liga Arab juga menentang kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Libya. Dalam sikapnya, LigaArab pada awalnya menentang intervensi asing dalam penyelesaian konflik di Libya. Akan tetapi karena tidak adanya solusi konkrit yang dapat diberikan, Liga Arab kemudian berubah pandangan dan mendukung intervensi asing dalam penegakan hak asasi manusia di Libya. Dukungan tersebut terlihat dari bantuan Arab, Uni Emirat Arab dan Qatar yang mengirimkan jet tempurnya untuk bergabung dengan koalisi internasional dalam upaya menghadapi pasukan Khadafi.[vii] Selain itu, Liga Arab juga gencar dalam mendesak PBB untuk memberlakukan zona larangan terbang dalam upaya melindungi warga sipil. Kepentingan Liga Arab dalam krisis di Libya adalah meredam krisis konflik di Libya melalui penyelesaian yang non politis dan mengurangi upaya penanaman pengaruh barat dalam intervensinya.

Selain Liga Arab, Uni Afrika sebagai organisasi kawasan juga mengambil bagian dalam mengupayakan penyelesaian krisis Libya. Salah satu langkah nyata yang dilakukan Uni Afrika adalah menegosiasikan dan membahas upaya penyelesaian krisis Libya di internal Uni Afirka dengan mengundang para pejabat dari Uni Eropa, Dewan Keamanan PBB, dan negara-negara Arab tetangga.[viii] Kepentingan dari keterlibatan Uni Afrika adalah untuk mencegah menyebarnya virus demokratisasi di Libya ke negara-negara lain di kawasan Afrika. Selain itu, Uni Afrika juga memiliki kepentingan untuk memulihkan stabilitas pasokan minyak dan gas dunia. Libya sebagai negara penghasil minyak terbesar ke-9 di dunia dan negara yang paling kaya minyak di Afrika[ix] yang mengalami krisis politik, tentunya akan berimplikasi pada stabilitas energi dunia. Apalagi, negara-negara Afrika tentunya secara signifikan merasakan implikasi tersebut.

Pergolakan politik di Libya yang menimbulkan tindak kejahatan kemanusiaan oleh Moammar Khadafi mengundang reaksi internasional. Moammar Khadafi dianggap telah melakukan pembantaian terhadap warga negaranya sendiri. Isu perlindungan terhadap warga sipil Libya dan perdamaian menjadi asas bagi komunitas internasional untuk terlibat dalam krisis politik di Libya. Beragamnya aktor yang terlibat dalam krisis politik di Libya tidak serta merta tanpa disertai dengan kepentingan. Aktor-aktor tersebut tentunya membawa kepentingannnya masing-masing dengan melihat situasi domestik di Libya.

[i] http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110121_tunisia.shtml

[ii] http://dunia.vivanews.com/news/read/206440-foto--dukungan-dunia-untuk-libya

[iii] http://international.okezone.com/read/2011/03/24/414/438249/sekjen-pbb-desak-semua-pihak-hentikan-kekerasan-di-libya

[iv] http://www.jurnas.com/news/20954/PBB_Bahas_Krisis_Libya/9/Internasional/Timur_Tengah

[v] http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/439572/

[vi] http://www.tempointeraktif.com/hg/eropa/2011/03/18/brk,20110318-321176,id.html

[vii] http://www.metrotvnews.com/read/newscat/internasional/2011/03/26/46569/Pesawat-Tempur-Qatar-Bergabung-dengan-Pasukan

[viii] http://internasional.kompas.com/read/2011/03/25/16525729/Khadafy.Setujui.Undangan.Uni.Afrika

[ix] http://www.wartanews.com/read/Timur-Tengah/2c5c9c02-d0f9-8c20-6682-56ca16753974/Krisis-Libya-Ancam-Ekonomi-Global

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun