Televisi kita mungkin sedang galau, sehingga berlari keluar lintasan yang benar. Atau karena mendewakan 'tainment' pada setiap program sehingga segala hal harus berbentuk hiburan? Ya... industri televisi dewasa ini seperti khawatir kehilangan sebagian besar penonton yang memuja hiburan; maka mereka berlomba mengembangkan program yang dipaksakan memiliki unsur hiburan.
Istilah kerennya menurut orang-orang televisi itu adalah edutainmen, yang adalah pemaksaan penggabungan antara edukasi dan entertain. Hasilnya? Seperti sampah yang dengan paksa didaur ulang padahal seharusnya sudah ada di TPA; maksa kreatif.
Sebuah program dibuat dengan ekspektasi tinggi menjadi tontonan berkualitas dan sarat pesan, tetapi malah menjadi panggung lawak yang tragis. Indonesia Lawyers Club adalah contoh nyata, betapa program yang sepertinya diniatkan sebagai program unggulan dengan konsep talkshow cerdas, malah menjadi ajang pertarungan bebas para orang hebat untuk saling menyerang secara personal. Lalu? Ya... bisa ditebak, penonton terhibur karena bisa tertawa.
Begitulah... kita senang melihat orang-orang hebat bertengkar secara live, dan lalu lupa bahwa orang-orang pintar itu seharusnya berbicara serius tentang soal bangsa ini dan bukannya bertengkar.
Tetapi... sudahlah, sepanjang masih bisa tertawa dan senang, mengapa harus peduli dengan idealisme program? Toh, program televisi yang seharusnya membuat kita tertawa malah terlihat sangat kering dan aneh. Pesbukers di Antv yang hadir hampir setiap sore itu program apa? Yang hadir di sana pelawak semua sepertinya. Ada Olga Saputra, Opick Kumis, trus siapa itu yang mulutnya lebar, juga Denny Cagur, mereka pelawak kan? Harusnya program itu lucu dong... Tapi koq malah kering? Tidak ada lawakan spesial yang cerdas, -saya jadi kangen Bagito- atau minimal lawakan bodoh tapi lucu -seperti Budi Anduk dan Tawa Sutra-, semua hanya bermain di lelucon hinaan fisik. Ah... mengapa muka orang dijadikan lelucon? Yang dicemooh pasti sakit hati, meski dia dibayar untuk itu.
Masih di pesbukers. Ada Raffi Ahmad yang berusaha melucu, tetapi sepertinya kisah cintanya dengan Yuni Shara jauh lebih lucu. Ooopsss... itu dia, gosip artis kita juga lucu padahal bukan program komedi. Lucu karena dengan rela seorang artis mengaku menjalani operasi keperawanan, dan yang lain bicara tentang ukuran dadanya. Ckckckck... ini televisi yang adalah media massa atau apa ya? Kalau dia media massa, seharusnya minimal mematuhi aturan berupa fungsi dasar media massa yakni: Informatif, Edukatif, Menghibur dan Persuasif dalam mentransformasi nilai-nilai positif.
Tetapi kita penonton televisi memang lucu. Protes pada tayangannya yang dianggap tidak cerdas, tetapi setiap hari tetap menyaksikan sinetron dan bertanya-tanya tentang nasib Dewa di RCTI atau penasaran dengan baju apa yang kira-kira dipakai Jupe di gosip hari ini. Dan KPI itu di mana? Ya... Komisi Penyiaran Independen itu, yang harus mengurus kelayakan tayang berbagai program? Hmmm... hanya mampu meminta Empat Mata berganti nama menjadi Bukan Empat Mata, padahal Tukul pernah dengan sengaja memegang (maaf) pantat Bella Saphira di layar tivi dan disaksikan sejuta umat. Ya... KPI hanya bisa memberi saran mengganti nama, juga kepada tayangan gosip SILET menjadi INTENS tanpa mengutak-atik konten.
Dan kita? Ah... tetap di sini kan? Saling menuding pendapat siapa yang paling benar, bahkan menuduh saya pernah gagal menjadi penyiar televisi tertentu maka selalu menulis hal buruk tentang televisi itu. Padahal saya tidak menulis hal buruk tetapi hal yang saya lihat, pun ketika menulis postingan itu dulu, tentang TV One Tidak Akan Pernah Cerdas. Eh... bukan. Tetapi ketika menulis TV One, Jurnalisme Yang Salah. Saya belum sempat melamar ke televisi itu, tapi dituduh telah ditolak. Bayangkan... Ah... ini kan Indonesia "^_^/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H