Profesor Cipta Lesmana, salah seorang Guru Besar Politik di negeri ini memberikan pernyataan menarik, menantang dan provokatif tentang Marzuki Ali, Ketua DPR RI saat ini. Menurut sang profesor, Marzuki yang juga adalah salah seorang dari ribuan Kompasianer itu tidak cocok atau belum pantas menjadi Ketua DPR RI. Pernyataan tersebut muncul saat Profesor Cipta ditelfon oleh Maulana penyiar RRI Pro 3 dalam sebuah edisi program Radiotalk Indonesia Menyapa pekan kemarin.
"Marzuki Ali itu tidak cocoklah jadi Ketua DPR. Seorang Ketua lembaga terhormat itu tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak dipikirkan dengan matang, karena akan berakibat buruk terutama kalau nanti pernyataan tersebut ternyata keliru," demikian kira-kira pendapatnya tentang Marzuki yang ternyata juga diakui sang Profesor sebagai temannya itu.
Ini seperti akumulasi kekecewaan atas berbagai kontroversi atas nama Marzuki. Kita masih ingat bagaimana sang Ketua terlihat plin-plan ketika muncul rencana renovasi gedung wakil rakyat tersebut setahun silam. Di bagian awal, Marzuki mengatakan tidak setuju dengan rencana renovasi yang menelan biaya banyak; beberapa saat setelahnya malah diam bahkan cenderung setuju sambil melemparkan pernyataan yang agaknya 'melukai' hati anak bangsa: Masyarakat tidak perlu tahu atau dilibatkan dalam diskusi mengenai rencana besar tersebut.
Di awal tahun ini, Marzuki bertengkar pendapat dengan Sekjen DPR RI soal anggaran perbaikan Ruang Badan Anggaran. Anggarannya terlampau besar dan Marzuki menolak hal itu, sekaligus menuding Sekjen membangun rumah tangganya sendiri tanpa persetujuan lembaga dewan yang terhormat. Di pihak lain, Sekjen bersikukuh anggaran tersebut sudah disetujui paripurna. Lha... koq bisa Marzuki tidak tahu? Maka bertengkarlah mereka sesuka hati melalui berbagai pernyataan media dan saya bingung, seperti juga Profesor Cipta Lesmana yang bingung bagaimana bisa terjadi pertengkaran seperti itu? Selain bahwa secara akal sehat anggaran yang ditetapkan untuk biaya perbaikan terlampau besar, juga bahwa secara politis keduanya -Marzuki dan sang Sekjen- seharusnya sudah saling berbagi banyak diskusi soal ini. Karena ketua kelas yang baik akan bicara dengan anggota kelas dan sekretarisnya jika ingin membeli atau mengganti gambar yang pantas dalam kelas mereka, bukan malah saling menjelekkan di halaman sekolah.
Tetapi kasus ini berbeda. Beberapa anggota DPR RI malah seperti tidak tahu menahu soal anggaran super mewah itu, dan saya hanya mendengarnya sepotong-sepotong seperti juga Profesor Cipta yang hanya mendengar pernyataan tak tampan saling menjelekkan yang muncul dari keduanya. Beberapa pengikut ikut dalam pertengkaran, terbentuklah dua kubu besar. Mereka lupa bahwa yang harus dipertontonkan ke publik itu adalah transparansi anggaran dan bukan pertengkaran tanpa esensi.
Maka bagi sang Guru Besar, Marzuki Ali salah seorang temannya itu belum pantas jadi Ketua DPR. Tidak matang secara emosi, dan saya setuju. Lalu siapakah yang pantas? Profesor Cipta Lesmana menyebut nama Akbar Tanjung, salah seorang politisi yang dianggapnya matang dan tidak gemar mengumbar pernyataan yang kemudian harus diperbaiki lagi. Tetapi ini Indonesia dan partai Marzukilah yang menang pada Pemilu kemarin; berarti secara konstitusional Marzuki sudah pantas jadi Ketua DPR RI.
Menurut saya, mungkin masalahnya adalah, menjadi Ketua DPR itu tidak hanya masalah konstitusional tetapi juga kedewasaan personal. Tetapi Profesor Cipta Lesmana tidak menyebutkan hal itu dan demikian pun saya. Ah... ini kan Indonesia "^_^/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H