Pome granate? Ya, pome granate atau yang biasa kita kenal dengan buah delima, mungkin ada sebagian orang yang cukup asing dengan nama buah ini. Meski terdengar cukup asing, ternyata buah ini memiliki manfaat kesehatan yang cukup banyak dan banyak ditemukan baik di kawasan Asia dan Eropa. Namun pernahkah kita menilik sejarah buah ini lebih lanjut? Ternyata buah delima ini dinamakan pome granate, karena pada saat peradaban Islam dulu banyak dibawa oleh para pedagang dari kawasan Arab dan Asia, dan dibawa ke Eropa, terutama daerah Granada, di Spain. Nama pome granate ini memang berasal dari Granada. Kota Garanada ini salah satu kota di Eropa yang futuristik dan penuh nilai historis. Ya, saat ini saya juga akan menceritakan perjalanan saya di suatu negara yang futuristik dan penuh nilai historis, negara di perbatasan dua benua Asia dan Eropa.
Tepi jalan kota Istanbul, Turki
Pagi tanggal 23 Juni 2013 lalu, tepat pukul 06.10 waktu Istanbul pesawat yang saya naiki mendarat mulus di landasan Attaturk International Airport, Istanbul. Sebenarnya perjalanan saya saat itu merupakan perjalanan ibadah umroh dengan rute sekaligus ke Turki, hanya saja itinerary ke Istanbul terlebih dulu selama 3 hari. Saya merasa perjalanan ini begitu unik, karena rasanya seperti hadiah ulang tahun saya ke-22, pada tanggal 22 Mei lalu, dan tanggal keberangkatan pun 22 Juni malam dari Bandara Soekarno-Hatta. Meski terlihat seperti sebuah kebetulan, saya yakin ini memang sudah digariskan olehNya :D
Menurut saya Turki cocok menjadi sasaran wisata bagi orang Indonesia, karena suasananya yang homy, perpaduan antara budaya Timur dan Barat, makanannya yang dijamin halal, dan keramahan dari warganya. Warga Turki biasanya menyapa orang Indonesia atau Malaysia dengan bahasa Melayu atau Indonesia. Ternyata mereka cukup familiar dengan kita. Yang menarik juga dari Turki adalah ciri khas masjid atau bangunan dengan kubah rendah.
Tempat pertama kali yang saya kunjungi adalah Istana Beylerbeyi (Beylerbeyi Sarayi in Turkish). Istana yang sangat megah ini, terletak di tepi Selat Bosphorus sehingga sangat terasa angin dari selat tersebut. Arsitektur dari istana ini sungguh indah, dan dari jendela kamar istana pun kita dapat leluasa memandang pemandangan selat dan jembatan Bosphorus. Sayangnya, di istana ini para turis dilarang berfoto di dalam dengan alasan menjaga orisinalitas dokumen sejarah.
Kemudian saya juga mengunjungi berbagai masjid yang ada di Turki, sekaligus tempat istirahat di waktu sholat. Beberapa masjid yang saya kunjungi yaitu Masjid Sultan Mehmet atau yang biasa disebut Masjid Biru (Blue Mosque), Masjid Eyyub Al Ansari, dan Masjid Sulaimaniye. Masjid Biru letaknya berdekatan dengan Tugu Obelisk dan Hagia Sophia (Aya Sofya). Hagia Sophia adalah suatu bangunan sejarah yang sebelumnya adalah gereja dan berubah fungsi menjadi masjid saat Konstantinopel (nama Turki dahulu) ditaklukkan oleh Al-Fatih. Namun sekarang Hagia Sophia fungsinya hanya sebagai museum.
Lain halnya dengan Masjid Eyyub Al Ansari, sebelum masuk masjid ini kita melewati sebuah kompleks pemakaman kuno. Di dalam masjid ini pun terdapat makam sahabat Rasul. Masjid ini juga biasanya menjadi tujuan utama para wisatawan. Sedangkan masjid Sulaimaniye letaknya tidak jauh dari lokasi kampus di Istanbul.
Selain masjid-masjid dan istana, objek kunjungan yang juga tidak terlewat di Turki adalah Istana Topkapi dan Bosphorus Cruise. Istana Topkapi ini fungsinya sebagai museum untuk menyimpan berbagai  barang peninggalan sultan, dari mulai mahkota hingga pakaian dan perlengkapan sehari-hari. Namun ada satu ruangan yang membuat saya tertarik untuk masuk. Ruangan ini dihiasi oleh suara bacaan Al-Qur'an dari salah satu orang, yang ternyata di dalamnya banyak peninggalan bersejarah Islam. Dari mulai Sorban Nabi Yahya, Tongkat Nabi Musa, Pedang Nabi Daud, tempat jenggot dan gigi Nabi Muhammad, dll. Meskipun belum diketahui keasliannya, setidaknya dengan melihat ini semakin menambah kecintaan kita terhadap para pendahulu. Sayangnya, lagi-lagi lokasi ini anti kamera dsb dan pengawasannya sangat ketat.
Perjalanan berlanjut dengan menaiki kapal pesiar di Selat Bosphorus. Di Selat Bosphorus ini kita dengan mudahnya melihat dua sisi benua di sebelah kanan dan kiri. Di tengah-tengah ini terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan dua benua, untuk memudahkan perjalanan darat. Dari kapal pesiar saya merasakan langsung hembusan angin dari selat, wuuushh
Bagaimana dengan shopping? Tentu saja banyak pilihan tempat untuk berbelanja di Turki. Dari mall, Grand Bazaar, Spice Bazaar, Taksim street, dll. Biasanya tempat yang sering dikunjungi untuk shopping dan membeli oleh-oleh baik makanan dan souvenir di Spice Bazaar karena harganya lebih miring dibanding yang lain. Saya juga sempat ke Taksim Street untuk shopping, kalau disini merupakan wilayah pertokoan sepanjang 1,5 km yang juga dilewati trem.
Saat sedang bersantai menunggu bis rombongan di Starbucks pinggir alun-alun Taksim, terlihat banyak wartawan dan kameramen yang duduk di kedai kopi ini dan sepertinya menunggu sesuatu. Ah! Saya baru ingat, saat itu memang sedang musim demo di Istanbul, Turki. Terlihat juga para polisi sore itu sudah berjaga-jaga di tepi alun-alun. Demo ini menurut saya demo yang teratur dan disiplin.
Perjalanan saya saat di Turki harus berakhir saat di Taksim street, yang menandakan kami semua harus segera ke bandara untuk melanjutkan penerbangan Istanbul-Madinah. Banyak kesan yang saya dapat saat disini. Bukan berarti tidak cinta Indonesia. Loving Indonesia is a must! Selain travelling,banyak hal yang saya dapat disini. Mempelajari sejarah peradaban Islam, perpaduan budaya, dan banyak hal lain yang bisa saya nikmati dengan berkunjung ke belahan duniaNya yang lain.
Seni tekrar görüşürüz Turki!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H