Kurs nilai tukar di indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Sistem nilai tukar tersebut adalah sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali, dan terakhir sistem nilai tukar mengambang bebas. Sistem nilai tukar sendiri memiliki arti suatu perjanjian atau kesepakatan suatu nilai tukar mata uang yang akan digunakan sebagai pembayaran di waktu yang sekarang dan di waktu yang akan datang antara dua mata uang masing-masing negara.
Nama lain dari nilai tukar adalah kurs. Sistem nilai tukar memiliki peran untuk tercapainya stabilitas moneter. Nilai tukar yang stabil di perlukan untuk terciptanya kondisi yang kondusif bagi kegiatan dunia usaha. Dengan adanya kondisi yang kondusif bagi dunia usaha di harapkan dapat membantu tingkat pertumbuhan ekonomi di indonesia. Terlebih lagi bila kita berhubungan dengan negara lain yang memiliki mata uang yang berbeda, dengan ada nya sistem nilai tukar ini memudahkan untuk hal pembayaran dengan perjanjian dari kedua negara tersebut. Sistem nilai tukar indonesia terus mengalami perubahan, perubahan tersebut diharapkan membawa keadaan yang lebih baik dimana tidak merugikan negara. pada umumnya sistem nilai tukar itu dipengaruhi oleh kekuatan pasar dan campur tangan pemerintah dalam penetapan nilai tukar.
Faktor yang mempengaruhi nilai faktor adalah :
- Inflasi
Inflasi adalah keadaan dimana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan secara terus menerus.
- Gross domestic product
Pengeluaran negara dalam semua barang akhir dan jasa yang telah dihasilkan selama tahun tertenntu pada harga pasar.
- Impor
Proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan.
- Tingkat suku bunga
Jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan.
- Jumlah uang yang beredar
Uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan uang kuasi (tabungan, valas, deposito).
Apabila kita dapat memenangkan persaingan maka nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengalami apresiasi, demikian pula sebaliknya. Selain ekspor dan impor tentu masih ada variabel ekonomi makro lainnya yang patut diduga mempengaruhi nilai tukar tersebut. Secara teoretis, nilai tukar mengambang bebas dapat dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non fundamental. Faktor fundamental tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro seperti cadangan devisa, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar. Faktor nonfudamental antara lain berupa sentimen pasar terhadap perkembangan sosial politik, faktor psikologi para pelaku pasar dalam memperhitungkan informasi, atau perkembangan lain dalam menentukan nilai tukar sehari-hari
- Lalu kemudian Untuk mejaga keseimbangan nilai tukar rupiah dan perdagangan internasional maka Instrumen yang dipergunakan dalam manajemen moneter pada dasarnya sama dengan yang ada selama ini, yaitu: Operasi Pasar Terbuka (OPT), reserve requirement,fasilitas diskonto, dan moral suasion. Demikian pula titik berat pengelolaan moneter tetap pada penggunaan OPT sebagai instrumen utama. Perbedaannya adalah pada arah dari penggunaan instrumen manajemen moneter dimaksud. Kalau selama ini instrumen tersebut lebih diarahkan untuk mencapai sasaran uang primer (M0) pada tingkat tertentu, dalam sistim yang baru instrumen tersebut perlu lebih difokuskan pada pencapaian sasaran suku bunga jangka pendek yang diinginkan.
- Dalam kondisi perekonomian dan sektor keuangan kita yang semakin kompleks, Bank Indonesia hendaknya tidak mengandalkan satu indikator seperti IKM saja untuk mengarahkan manajemen moneter dalam mencapai sasaran akhir yang diinginkan. Berbagai variabel lain perlu dipergunakan sebagai variabel indikator ataupun variabel informasi dalam rangka lebih memahami perkembangan perekonomian dan arahnya ke depan.
- Dalam hubungan ini, pertumbuhan uang beredar (M1 dan M2) dan kredit dapat dipergunakan untuk menunjukkan tekanan permintaan aggregat di masa mendatang. Jumlah uang beredar memiliki pengaruh yang searah dengan pergerakan nilai tukar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya semakin banyak jumlah uang yang beredar di dalam negeri maka ceteris paribus, nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika akan melemah (depresiasi).
Arah pengaruh yang sama dari jumlah uang beredar terhadap nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang dapat dimaknai tidak terjadinya kekakuan harga dalam jangka pendek seperti yang dijelaskan oleh Dornbusch (1976). Kondisi pushasing power parity terjadi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Meskipun demikian, tidak berarti kebijakan yang meliputi penyerapan terhadap ekses likuiditas rupiah di pasar melalui instrumen Operasi Pasar Terbuka tidak lagi diperlukan. Karena pada prinsipnya peningkatan dalam penawaran uang juga akan menyebabkan depresiasi mata uang domestik, tanpa berpengaruh terhadap tingkat suku bunga riil; tidak terdapat efek likuiditas jangka pendek di dalam model dengan cara :
- Memperluas jenis underlying transaksi DNDF sehingga dapat mendorong lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia
- Menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps untuk bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor, pembiayaan kepada UMKM dan/atau sektor prioritas lain
- Melonggarkan ketentuan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM),
- Menyediakan uang higienis, menurunkan biaya SKNBI, penetapan MDR QRIS 0% untuk merchant usaha mikro, dan mendukung penyaluran dana non-tunai program-program pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BNPT, Program Kartu Prakerja, dan Kartu Indonesia Pintar.
Melakukan intervensi pasar dengan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebesar USD4,3 miliar