Mohon tunggu...
Moh Armi
Moh Armi Mohon Tunggu... -

Homo sapiens, South Sumatraensis, 25 years, so on and so on

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Shalat-O-Metr, Alat Ukur Mutu Shalat

29 November 2010   07:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:12 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya pernah punya sebuah visi, visi nyeleneh tepatnya. Saya berpandangan bahwa dimasa depan akan ada suatu alat untuk mengukur seberapa besar cinta dan kasih sayang anda. Entah itu cinta dan kasih sayang istri, pacar, anak, orang tua, atau hewan. Visi tersebut saya ungkapkan melalui status di akun FB, yang sontak saja langsung direspon oleh para teman dengan memberikan komentar penuh canda bahkan cynical, mulai dari: “kayak alatnya doraemon ya?”, atau “wah..seru juga tuh..bisa bedain antara obral janji atau cinta sejati”, sampai “in your dream...”. Sayapun menanggapi: “Hehehe...”. Mereka tidak tahu betapa seriusnya saya saat itu.

[caption id="" align="alignnone" width="319" caption="source: google"][/caption]

Makin lama, saya merasa alat itu sebenarnya tidak terlalu berguna, tetapi tanpa mengurangi keyakinan saya bahwa alat itu memang akan tercipta di masa depan. Lalu saya bertanya kepada diri saya sendiri, apa penyebabnya yang membuat alat itu tidak sebegitu pentingnya? Saya pun membongkar rak-rak buku di perpustakaan yang berada didalam otak saya, meneliti setiap database di komputer-komputer mini di kepala saya, karena memang saya tidak akan menemukan jawabannya di literatur atau buku, atau artikel manapun, apalagi teman-teman di jejaring sosial. Setelah cukup lama mencari dan akhirnya...

BAM!

Dapat, saya mendapatkan reasoning yang saya kira cukup tepat untuk menjawabnya. Dunia sudah berjalan cukup baik dengan atau tanpa campur tangan alat itu. Saya kira itu cukup. Bodohnya saya.

Apa alat yang sebegitu pentingnya hingga mampu merubah tatanan dunia ini? Saya lalu teringat akan pesan guru spiritual saya (baca: guru ngaji) saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kurang lebih begini:

Shalat seseorang akan sangat berpengaruh pada kehidupannya, menjadi cerminan dalam perilakunya. Semakin sempurna wudhlu’ dan shalat seseorang, maka semakin baiklah perilakunya, keputusan-keputusan dalamhidupnya.”

Benar sekali, shalat tidak jauh berbeda dengan cinta, keduanya melibatkan lebih dari satu pihak, interaktif, dan hampir semua orang sudah pernah merasakan atau melakukannya, sesuatu yang ‘sudah biasa’ dalam setiap diri manusia. Bedanya, shalat merupakan perwujudan dari cinta kepada sang Ilahi, dan shalat lebih penting, memiliki dampak yang luas, tidak hanya kepada diri, kehidupan pribadi, pergaulan,tetapi juga setiap hal dalam kehidupan seseorang. Sesuatu yang dilakukan seseorang secara akumulatif selama 150-180 jam setiap tahun. It is more than just something.

Mari ke bilik permasalahan, bilik yang menimbulkan komentar-komentar penuh canda bahkan cynical.

Tidak ada yang bisa mengetahui isi hati seseorang, selain dirinya dan Sang Khalik. Namun bukan berarti ini tidak bisa diperkirakan secara ‘kasar’, ya kan? Sama halnya seperti hari dimana seorang pria akan melamar wanita pujaannya, ia tidak benar-benar tahu apakah si wanita akan menerima lamarannya atau tidak. Tapi si pria bisa berusaha untuk menebak bahkan ‘mengarahkan’ hasilnya. Yang tadinya tak pernah berlayar di laut lepas dan menggenggam puncak gunung, kini ia mampu menyeberangi 7 samudera, mendaki Himalaya, atau menaklukkan hutan belantara, hanya karena cintanya kepada si wanita. Ia banting tulang bekerja siang malam hanya untuk membuktikan bahwa dirinya sudah mapan, dan demi menghilangkan kekhawatiran sang calon permaisuri dalam kehidupannya akan segala kebutuhannya kelak. Semua itu berasal dari hati, yang kemudian menjalar ke pikiran, lalu ter-vektor-kan kepada indra-indra yang si pria miliki. Semakin besar cintanya, maka yang ia lakukan bukan cuma menjadi kewajiban seorang kekasih, tetapi juga sesuatu yang sangat ia butuhkan. Sama seperti shalat, kualitas shalat yang terbaik adalah kualitas dimana seseorang merasa butuh, hingga ia merasa tidak nyaman diwaktu ia selesai melaksanakan satu shalat hingga tiba waktu shalat berikutnya (Penulis belum sampai pada tahap ini, dan mungkin juga menjadi dasar inspirasi ide tulisan ini).

Apakah anda tahu teknologi mind-reading saat ini sudah sejauh mana? Sekedar sekilas gambaran, alat pendeteksi kebohongan sudah ada sejak lebih dari 20 tahun lalu, dan dua hari yang lalu saya membaca sebuah artikel yang membahas sebuah alat berupa arcade (permainan sejenis ding-dong) yang dikendalikan melalui pikiran. Bahkan alat pendeteksi mimpi sudah diketemukan meski belum sempurna dan dalam tahap percobaan. Creepy? You bet!. Detak jantung, gelombang pikiran, suhu tubuh, aktivitas organ dalam, bahkan aura dll. semuanya menunggu untuk dipantau, lalu diberikan suatu penilaian sampai sebaik apa kualitas shalat seseorang.

Manfaatnya? Silahkan bermain dengan imajinasi anda untuk menemukan manfaatnya, saya hanya bertanggung jawab atas ide dan nama alatnya, Shalat-O-Meter!

p.s.: tercipta atau tidaknya alat ini, tidak menjadi alasan untuk tidak shalat secara benar dan berkualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun