Ekonomi bangsa ini jika kita ikuti melalui media-media mainstream apalagi yang pro pemerintah, tidak menunjukkan penurunan atau menuju krisis. Akan tetapi jika kita langsung bersentuhan dengan para pelaku ekonomi ditingkat bawah, tanda-tanda itu sangat nyata terlihat dan grafiknya sangat memprihatinkan. Saya setiap bulan selalu berkumpul dengan pelaku ekonomi ditingkat bawah dalam satu wadah, yang pelakunya mulai dari pengusaha barber (bahasa mulianya pencukur rambut), pedagang pakaian di pantai wisata, pedagang barang konsumsi rumah tangga di pasar, pedagang pakaian di pasar, pengusaha rumah makan dan berbagai profesi yang berhubungan langsung dengan masyarakat banyak.Â
Bulan-bulan sebelumnya setoran dari mereka yang berhutang dengan sistem cicilan begitu lancar setiap bulan dan akan dibagikan kembali kepada anggota lain yang membutuhkan dan tidak punya sisa cicilan. Tetapi mulai bulan februari yang lalu, hal ini sangat mengagetkan karena keluhan mereka sama yaitu penurunan omset. Pengusaha barber merasakan penurunan frekwensi seorang pelanggan dalam melakukan pemotongan rambut yang disebabkan menurunnya pendapatan atau tertundanya pendapatan (dialami oleh PNS yang terlambat gaji dari Pemerintah setempat).Â
Pedagang pakaian di pantai wisata, mengalami penurunan omset yang sangat signifikan, bisanya seminggu beromset 10 juta, turun menjadi 2,5 juta atau sebulan 10 juta, ini disebabkan para pengunjung tidak begitu banyak yang berbelanja bahkan untuk keperluan makan minum banyak yang bawa sendiri. Begitu juga yang dialami oleh sektor-sektor pendapatan lainnya. Semua mengeluh dan tak sanggup memenuhi janji untuk membayar cicilan.
Melihat sisi lain di perekonomian kita ditingkat menengah ke atas, fenomena ini tidak terjadi. Penjualan kendaraan, baik roda dua atau roda empat tetap pada kondisi awal. Kendaraan yang baru keluar pun laris manis di pasaran. Ini dapat dilihat dari peningkatan nomor pada TNKB yang dikeluarkan oleh Samsat. Pembangunan Mall atau perumahan tidak terlihat berkurang, bahkan menunjukkan peningkatan apalagi jika melihat depelover besar yang dimiliki Taipan.Â
Dari gejala tersebut sepertinya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur yang berhubungan langsung dengan kalangan menegah ke atas tapi tidak peduli dengan infrastruktur yang berhubungan langsung dengan kelas bawah. Pembangunan jalan tol terus dilakukan, sementara jalan-jalan utama di daerah yang nota bene dipergunakan oleh semua kalangan diabaikan. Pembangunan jalan tol tentu akan menguntungkan para Taipan/Pengusaha sedangkan membangun jalan-jalan biasa hanya menghabiskan uang??Â
Kenaikan BBM pertalite dan pertamax dengan alasan tidak menaikkan harga premium hanya alasan klise, karena di banyak SPBU nozel premium dikurangi bahkan ada yang dihilangkan sedangkan di pedagang eceran tidak diperbolehkan menjual premium. Alasan yang sangat mudah dibaca, bahkan oleh orang biasa sekalipun. Begitupun dengan listrik, pencabutan subsidi bertahap yang dilakukan sangat mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat. Pemerintah semakin tak berpihak pada rakyat kecil.
Pemerintah yang tak hadir dalam kebutuhan masyarakat tentu akan berakibat pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah itu sendiri, jika kondisi seperti ini terus berlanjut, rasa-rasanya periode ke-2 akan sangat sulit bagi pemerintahan JKW-JK untuk mempertahankannya. ditambah lagi akrobat politik yang terang-terangan memihak ke dukungan partai yang seharusnya seorang pemimpin negara merangkul semua golongan dan tidak menunjukkan keberpihakan pada golongan sendiri. Presiden adalah pemimpin negara bukan petugas partai yang tunduk pada ketua partai.
Pantai Carita, 9 Feb 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H