Mohon tunggu...
Arma Winata
Arma Winata Mohon Tunggu... -

perempuan, pendidikan: Universitas Indonesia, bekerja di perusahaan swasta asing, belum menikah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Nasional

30 Mei 2011   03:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:04 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik sejumlah kalangan ketika Presiden RI berpidato di forum negara2 Gerakan Non Blok menggunakan bahasa Inggris, memang bukan tidak beralasan mengingat negeri ini memiliki UU no. 24/2009 pada pasal 28 menye­but­kan, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.

Akan tetapi alangkah eloknya bila juga menjadi pertimbangan dengan siapa pemimpin bangsa atau pejabat yang mewakili bangsa ini sedang berbicara. Mengingat bahasa Indonesia tidak termasuk bahasa resmi yang ditetapkan PBB. Lagi pula bagaimanapun bangsa2 lain yang tidak mengerti bahasa Indonesia harus dapat memahami hal yang akan disampaikan secara resmi mengatas namakan bangsa dan negara Indonesia.

Walaupun ada terjemahan dalam acara resmi kenegaraan akan tetapi sikap nasionalime seperti ini menjadi kaku manakala kita hanya memandang bunyi undang undang semata.
Apalagi terjemahan berbeda dengan tafsir, dan hanya bersifat mengganti kata demi kata dari satu bahasa kepada bahasa lain, akan tetapi oleh pihak penerima bisa saja ditafsirkan berdasarkan pemahamannya sendiri dan tak jarang menjadi berbeda dari maksud dan tujuan sang penyampai.

Dalam hal yang berkaitan dengan bahasa dan penafsiran suatu pesan dari bahasa yang berbeda adalah bukan perkara baru. Bahwa bahasa berkaitan erat dengan peradaban suatu bangsa.

Sangat bisa difahami karena kekeliruan penafsiran terhadap sesuatu bahasa dapat menjadi awal dari malapetaka yang berkepanjangan.

Menjadi bijaksana rasanya apabila kritik seperti inipun dialamatkan kepada pihak pembuat UU untuk meninjau lebih seksama terhadap redaksional ayat-ayat Undang Undang yang menjadi pedoman hukum dinegeri ini.

Nasionalisme suatu bangsa tidak akan luntur hanya karena Presidennya berusaha meyakinkan bangsa lain dengan menggunakan bahasa yang bisa dimengerti banyak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun