otakku memang tak cemerlang. tak pandai menangkap makna tersembuyi di balik kata. kosakataku pun masih payah, aku juga bukan alumni jurusan sastra. tapi mengeja syair cintamu, membuat rasaku bagai terkapar
untaian baitmu kerap membuatku tersentak. Imaji  dan lamunanku seketika terbang melayang-layang. kubayangkan diriku mendarat di suatu tempat, di mana aku sedang terbaring di padang rumput, di kelilingi bunga dan burung-burung berkicau syahdu bersahutan. ahai, sungguh apa yang kurasa setelah mengeja gubahan syairmu, sulit kudeskripsikan melalui kata
entahlah, di samudra aksara mana kau reguk diksi, di kampus mana kau menimba ilmu menyirat tali pikiran, dan sudah berapa banyak karya sastra kau lahap, akupun tak tahu. yang pasti decak kagum bertubi-tubi menyeruak dari ruang rasaku setelah mengecap setiap karyamu. sekiranya bisa kulayangkan pinta, tolong jangan biarkan jemarimu berhenti memahat bait. agar rasaku selalu terkapar
(catatan langit, 11 juni 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H