Hai, kau yang lagi asyik di atas singgasana, adakah kau masih ingat. Sekarang sudah genap empat musim janjimu berlalu dan kau belum datang memenuhinya. Di sini kami lewati musim dengan penderitaan. Di musim penghujan kami tetap tercekik, di musim kemarau kami memekik, di musim batu kami membatu dalam paceklik. Di musim paku kami tertancap dalam kesengsaraan; tercabik. Â
Bukankah kau sudah berjanji akan membebaskan kami dari laku semena-mena si C yang selewengkan bantuan beras rakyat miskin. Kan kamu sudah dimandat negara untuk mengawasi. Bukankah kau sudah berjanji akan membangun jalan tani. Bukankah kau sudah berjanji akan memberi alat pembajak sawah dan memperbaiki saluran irigasi.
Apa perlu lagi saya angkat megaphone dan mengorganisir pemuda kampung, lalu mendatangi gedung megahmu untuk berteriak di kupingmu. Agar kau penuhi janji yang sudah empat musim telah membuat kami menapaki lorong waktu dengan terkapar dan mengencangkan ikat pinggang. Janji yang merupakan kewajiban morilmu.
(Catatan langit, 18 April 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H