Tak mengapa kau bilangi aku laksana batu. Memang aku ingin menyerupai sifat batu. Itu hanya akal-akalanmu saja untuk goyahkan pendirianku. Kau gunakan peribahasa; kuasa bahasa untuk melemahkanku. Ah...percuma, lewat bagiku.
Berhentilah menyerangku, tak akan mempan, setiap daya upayamu akan menjumpai gagal. Meski kau tetesi diriku dengan manipulasi kepedulian dan argumentasi konyol, tak akan berubah, Dan mungkin hanya bagian kecil saja bisa kau lunakkan dari diriku.
Akal dan nuraniku sudah mengurai makna kebenaran, pijakanku tak akan pernah rapuh dan tak akan berubah, biarlah aku bagai batu tak berubah di tempatku. Dari pada harus labil dan menyerah kepada kemunafikan.
Bukan berarti menutup diri dari bisikan angin, tapi inilah keputusanku. Tak ingin hanyut dalam hiruk pikuk pandangan orang yang bisa menyesatkan jalan hidupku. Karena dirikulah yang akan menapak, bukan siapa-siapa.
Kau pun harus tahu, diamku seperti batu,
tak berarti aku tak bergerak. Dalam diam membatu, aku tetap melawan ketidakbermaknaan hidup.
(Catatan langit, 10 April 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H