Di malam hening ini, wajahnya kembali membayang. Di sudut ruang tamu tempat di mana kasur tua ia selalu bentangkan ketika rasa kantuk mulai merayapi sekujur tubuhnya. Sekarang, sudah sepuluh bulan ia bersamaNya.
*
Ayah, aku merindukanmu. Merindukan kebersamaan kita di sawah mencabuti rumput liar di kaki pematang sawah yang kerap mengganggu tumbuh suburnya padi yang kita tanam.
Merindukan segala nasihatmu bahwa hidup tiadalah guna jika menjauh dariNya. Merindukan teguranmu bahwa kelak jika handphone tak membantu mengingat kepadaNya, ia akan menjadi teman ke neraka.
Merindukan wejanganmu, bahwa setiap kali habis gajian, janganlah lupa untuk berbagi dengan orang-orang sekitar yang hidupnya belum beruntung. Merindukan sindiranmu bahwa kelak, jika kita sudah tiada, tak ada lagi pertemuan antara seorang ayah dan anak kecuali hanya melalui doa.
(Catatan langit, 2/4/2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H