Aku yang dulu pernah gentayangan di mana-mana menorehkan catatan
Yang memungut kata dan ide dalam derasnya arus pergulatan pemikiran
Lalu bersajak tentang ketidakadilan di depan istana megah tanpa penghuni, tanpa pendengar, tanpa pembaca makna terselubung
Kini kutemukan lagi sebuah ruang yang bisa menerima segala jeritan dan senyumanku dan kuanggap seperti rumah baru bagiku
tempat yang amat menyejukkan
tempat menata hati dan pikiran yang kusut melalui tulisan
Dari lubuk hatiku yang terdalam
perkenankan aku mengucap empat kata: terima kasih atas segalanya
Memberiku ruang untuk mendaratkan pikiran-pikiran yang kerap beterbangan ke sana ke mari
Memberiku secarik kertas untuk menorehkan serpihan-serpihan catatan langit
atau kanvas untuk melukis segudang keresahan
Memberiku medan laga gagasan,
ladang menyemaikan narasi dan corong menyampaikan aspirasi
Kuucapkan pula terima kasih
Telah memberiku halaman belajar
menyusun kata kritik yang santun dan intelek
memberiku ruang berkenalan, merekatkan jalinan persaudaraan sesama anak bangsa dari lapis usia dan profesi
Sekarang aku semakin percaya diri mempersembahkan karya
di hadapan ribuan bahkan jutaan mata
Mata yang selalu bersinar diempat waktu
Sembari menyelam meneguk mata air pengetahuan di antara orang-orang hebat
Karena di dekatku ada sekolompok tim hebat dan cerdas
Yang siap menuntun tulisan yang tersesat
~ Special for Kompasiana ~
Salam hangat
(Catatan langit)
Makassar, 19 Januari 2019
Jika kulelah menulis
Semoga kubisa kembali dan selalu mendapatkan tempat yang hangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H