"Bagaimana menurut pendapat Anda pribadi tentang kubah yang menyelimuti bumi? Sehingga tidak ada satu pun dari kita yang sanggup pergi ke bulan. Apakah Anda percaya itu?" desak saya kepada Azrul Kiromil Enri Auni, S.T., M.Si.
Meski pertanyaan saya begitu nyeleneh, namun Bang Azrul tetap menjawabnya dengan sopan dan tenang. Orang berilmu memang beda, lihat saja deretan gelar keilmuan di belakang namanya itu, jauh berbeda dengan saya hanya bisa gelar tikar.
Menurutnya, jawaban dari pertanyaan itu terbentang di helai-helai kertas penelitian para ahli terkait. Jika kemudian mereka menyebutkan memang ada kubah bumi itu dengan bukti-bukti yang kuat, maka kita harus mengakui. Begitu pula jika sebaliknya. Harus fair!
Hal menarik lainnya adalah ketika saya menanyakan kemungkinan adanya sebuah teknologi teleportasi yang digunakan oleh seorang yang saleh ketika memindahkan singgasana Ratu Bilqis sekejap mata pada zaman Nabi Sulaiman 'alaihissalam.
"Apakah memungkinkan dalam konsep 'hukum akal' untuk membuka ruang diskusi tentang adanya teknologi teleportasi yang digunakan orang tersebut?"
Tenang saja wajah Ustaz Muhammad Kholid, M.pd. mendengar pertanyaan tersebut. Biasanya kalau saya bertanya seperti itu kepada yang lain, sudah siap tampaknya orang tersebut ingin menempeleng muka saya.
Menurut beliau, jika berpedoman kepada "hukum akal" tentu saja adanya teknologi yang saya sebutkan tadi adalah mungkin. Namun secara aktual, butuh pembuktian lebih lanjut dengan bukti-bukti yang amat kuat. Kira-kira begitulah jawabannya.
Sejumlah teman-teman yang saya tanyakan tentang hal ini, semuanya menjawab: tidak. Tetapi Ustaz Kholid, dengan keluasan ilmunya, memberikan pengetahuan bahwa kita harus mencermati lebih jauh tentang suatu informasi yang didapatkan.