Kalau tidak salah hitung, sudah lima kali saya "tertipu" dengan barang yang datang, hasil dari pembelian secara daring. Kasusnya berbeda-beda.
Misalnya barang tersebut berasal dari jenis yang sama, tetapi beda warna. Ada pula benda-nya terkesan mirip, tapi tidak sesuai dengan yang saya pilih pada sistem marketplace toko mereka.
Saya menanyakan perihal yang sama kepada teman-teman, apakah mereka pernah mengalami hal serupa. Ternyata banyak juga yang mengalami.
Seperti saya, beberapa rekan memilih untuk mengembalikan barang yang "terkesan mirip" tersebut kepada oknum penjual. Sebagiannya lagi mereka berlapang dada saja dengan apa yang ada.
Uniknya adalah dalam kasus "salah kirim" ini, oknum pedagang memiliki alasan yang mirip-mirip juga: mereka mendapatkan banyak pesanan sehingga kurang jeli ketika memilah barang yang dikirim.
Padahal pada abad ini sudah ditemukan dua alat canggih yang bisa mengurangi potensi kesalahan yang dimaksud. Alat-alat tersebut adalah pena dan kertas.
Cara menggunakannya adalah dengan menulis menggunakan pena pada permukaan kertas. Mudah, bukan?
Saya menduga, oknum-oknum pedagang tersebut tidak bermaksud jahat pada awalnya. Namun karena kurangnya kontrol pada persediaan barang dagangan merupakan satu dari sekian banyak penyebabnya.
Pada tahap ini mereka kebingungan karena barang pesanan pembeli sudah tidak ada yang sesuai dengan deskripsi awal. Maka mereka memilih barang-barang yang sekiranya mirip, meski berbeda warna. Mereka sudah tahu resikonya: dikembalikan pembeli. Namun sebagian oknum penjual bertaruh siapa tahu pembelinya suka dengan benda tersebut.
Namun secara substansi, mereka kekurangan apa yang disebut dengan "kejujuran". Mengapa? Karena di situlah segalanya bermuara.