Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Peran Istri yang Membuat Hidup Lebih Seru

22 Januari 2024   06:29 Diperbarui: 22 Januari 2024   07:03 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: pixabay.com

Buku-buku karya Risa Saraswati yang menceritakan asal-usul "teman-teman" astralnya, atau sebangsa novel-novel cinta itulah yang sering dibaca oleh istri saya. Saya sendiri yang membelikan untuknya.

Tapi entah bagaimana, dalam keseharian bisa dibilang mantan pacar saya itu sering menerapkan prinsip "sama rata sama rasa" seperti yang biasa didengungkan oleh orang-orang yang berpaham komunisme. Puas saya membongkar koleksi buku di dalam almari, mencoba menemukan buku-buku berbau marxisme dan leninisme. Hasilnya nihil. Anehnya, gejala marxis-lenin tersebut tidak nampak ketika kami masih pacaran. Mungkin waktu dan pengalaman membuatnya berevolusi.

Munculnya ide-ide tabu beraroma sosialisme yang coba ia paksakan di dalam rumah yang saya beli dan atas nama saya sendiri membuat jiwa saya tertantang. Sementara itu, pemikiran Jamaludin Al-Afghani tentang Pan-Islamisme adalah paham kebanggan saya.

Otomatis, pemikiran yang dipaksakan oleh istri saya itu merupakan penjajahan. Di dalam rumah saya, aturan-aturan Islam adalah harga mati (ya, iyalah... saya yang punya rumah). Satu di antara sekian banyak aturan tersebut adalah memuliakan wanita.

Dasar saya memuliakan istri adalah perkataan Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: "Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salihah."

Kemudian dalam firman Allah subhanahu wa ta'alaa dalam surah An-Nisa ayat 34: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya."

Hemat saya, pemikiran istri saya itu semacam kegilaan ketika diberi keistimewaan yang luar biasa, tetapi lebih memilih "sama rata sama rasa".

Konsep "sama rata sama rasa" ini bahkan dipraktikkannya pada hal kecil. Contoh, pada suatu hari, kami memutuskan untuk menggelar acara akikah bagi anak pertama. Maka saya pula yang bertugas membuat surat undangan. Dalam perspektif saya, surat undangan yang singkat dan mencantumkan informasi lengkap adalah bentuk terbaik.

Sang istri punya pendapat berbeda. Menurutnya surat itu harus mengandung kalimat tertentu, kalau dalam praktik silat disebut "bunga", sebagai pembuka dan penutup. Hal tersebut, di Kota Pontianak, banyak ditemukan pada surat-surat undangan zaman purba ketika orang-orang kelahiran 1950 mulai remaja. Maka saya disuruh mencontoh perkataan apa pun yang ada di dalamnya.

"Ini ... silakan dicek," ujar istri saya sambil menyerahkan setumpuk surat undangan yang dicetak pada masa lampau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun