Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Harapan Seorang Jelata kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Mengawal Revolusi Mental

7 Juli 2023   10:58 Diperbarui: 7 Juli 2023   11:01 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com

Kalau dia bingung, apalagi saya. Saya berpikir ada yang tidak benar di sini. Pertama, si ibu berkerudung cokelat tidak memahami peraturan yang seharusnya, dan kedua bahwa ia memang malas saja. Entahlah.

Saya perhatikan dia juga tidak mencoba bertanya kepada orang yang lebih tinggi otoritasnya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Kalau orang macam saya yang bekerja di bidang swasta berani bilang "bingung" di hadapan klien/pelanggan/konsumen, maka jelas akan ada hukuman menunggu esok hari.

Setelah memahami situasi dan didukung rasa sakit di dalam leher, saya memutuskan untuk kembali ke rumah saja. Saya langsung mengambil KTP dari tangan ibu itu tanpa sepatah kata pun. Itu sengaja saya lakukan karena ia sama sekali tidak menunjukkan rasa kasihan kepada orang sakit, maka ia pun sudah seharusnya tidak mendapatkan respek. Skor kosong-kosong.

Sampai di rumah, kejadian itu masih terbayang. Pikiran saya mulai membandingkan perlakuan oknum yang diduga PNS itu dengan satpam yang bekerja di suatu bank swasta, Kota Pontianak. Jelas lebih baik pak satpam, seratus persen. Bagaimana bisa? Aneh.

Seandainya ibu berkerudung cokelat itu benar-benar seorang PNS, menurut saya ia tak akan berubah jika belum mendapatkan tindakan yang sepantasnya. Ia akan terus mengulang sikap tidak becus terhadap siapa pun ketika bekerja.

Oknum dari kalangan PNS akan mencoreng muka PNS yang bekerja dengan baik. Saya mengetahui bahwa banyak juga rekan-rekan saya yang bekerja di bidang pemerintahan dan bekerja dengan baik.

Saya berpikir kenapa muncul oknum-oknum dari kalangan PNS. Apa sulitnya "mengeliminasi" mereka? Jawabannya saya temukan dalam artikel berjudul "Mengapa PNS Susah Dipecat?" yang diterbitkan oleh Kompas(dot)com pada tanggal 28 Desember 2021.

Dalam artikel tersebut saya mendapatkan keterangan mengenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Pemberhentian PNS diatur secara ketat dalam Pasal 87 UU ASN.

Dari pasal tersebut saya mendapatkan info bahwa PNS bisa diberhentikan secara hormat jika meninggal dunia, atas permintaan sendiri, mencapai usia pensiun, perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini, dan tidak cakap jasmani dan rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.

Sementara itu PNS diberhentikan secara tidak hormat jika melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tidak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, dan dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.

Bahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada saat artikel tersebut ditulis, Tjahjo Kumolo, mengeluhkan sulitnya memecat PNS yang dianggap tidak produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun