Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kerja Sewajarnya adalah Keharusan: Sebuah Perspektif dari Seorang Pekerja Muslim

10 Maret 2022   08:20 Diperbarui: 10 Maret 2022   08:38 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: wallpaperflare.com

Pada suatu waktu yang benar-benar biasa saja, saya diterima bekerja di suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan teknologi transportasi. Ketika itu, atasan saya, Pak Sud (nama samaran), menjelaskan bahwa tugas saya adalah mendatangi toko-toko yang sudah bekerja sama, mengaktivasi serta mengedukasi fitur terbaru, serta melakukan transaksi pertama.

Andai saja saya tahu sejak awal bahwa ada tugas untuk "merayu" pihak toko untuk melakukan transaksi pertama, maka besar kemungkinan saya tidak akan bergabung di perusahaan ini, apalagi saya diterima melalui pihak ketiga (outsourcing).

Sebagai informasi bagi yang belum mengenal dunia kerja lapangan, bahwa target yang dibebankan adalah hal biasa, namun target yang melibatkan pihak toko/pemilik/manajemen untuk berpartisipasi biasanya awal mula mimpi buruk dan membuat karyawan malas bangun pagi.

"Transaksi pertama" dalam kasus saya adalah mengajak atau memengaruhi pihak toko/pemilik/manajemen agar menggunakan fitur terbaru dari aplikasi perusahaan, misalnya melakukan pembayaran listrik, pembelian pulsa, dan lain-lain.

Masalahnya, kebanyakan dari mereka tidak tertarik menggunakan fitur terbaru tersebut, apalagi melakukan transaksi yang berkenaan dengan-nya. Oleh karena itu, saya dan rekan lainnya harus mengakali hal tersebut, mengingat bobot target "transaksi pertama" itu cukup besar daripada target "kunjungan".

Cara menyiasatinya adalah dengan menyiapkan modal sendiri untuk melakukan transaksi pertama, karena tidak mungkin memaksa pihak toko/pemilik/manajemen untuk melakukannya. Syukur kalau mereka masih mau fiturnya di-aktifkan, ada juga yang tak mau.

Data alamat, letak toko, dan informasi lainnya adalah kendala lain di lapangan. Saya mencoba bertahan demi mencari uang untuk keluarga saat itu.

Hari demi hari berlalu. Rekan-rekan kerja saya di daerah lain sudah ada yang mengundurkan diri. Ada pula yang menderita sakit khas pekerja lapangan: demam, flu, pusing kepala, dan sejenisnya. Begitu pula saya, meski suhu tubuh terbilang tinggi, tapi tetap turun ke lapangan karena target yang dibebankan adalah per hari.

Saya tetap menjalaninya dengan lega hati, karena seorang pria wajib menafkahi keluarganya. Sampai suatu hari atasan saya mengirimkan pesan yang berisi: "Nanti tolong dibuatkan grup Whatsapp (WA) untuk toko-toko yang sudah melakukan transaksi, jadi bisa berkoordinasi dengan mereka di situ."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun