Pada tanggal 24 April 2020, Benedikta Miranti Tri Verdiana menulis sebuah artikel di liputan6(dot)com yang berjudul "Pandemi Corona Ancam 130 Juta Orang di Dunia Kelaparan, Bagaimana Indonesia?". Diberitakan pemerintah Indonesia telah menjamin ketersediaan bahan pangan menghadapi pandemi Virus Corona.
Harusnya ini berita bagus. Tapi ....
Di negara yang sumber daya alamnya melimpah seperti di Indonesia, seharusnya tidak ada lagi yang namanya "kelaparan". Tapi apa yang terjadi bukan perkara "melimpahnya pangan", melainkan "cara mendapatkannya", terutama bagi saudara-saudara kita yang kurang beruntung.
Terlalu jauh jika saya berbicara tentang "keadilan sosial". Coba lebih kita sederhanakan dengan sebuah kisah.
Suatu hari ada seorang anak miskin yang tidak punya uang, ia ingin membeli bakso. Pedagang bakso tepat berada di depannya, tapi tetap saja makanan itu tak bisa ia dapatkan.
Sampai di sini jelas?
Pertanyaan berikutnya: "Seandainya ada makanan gratis dari pemerintah, apakah distribusinya tepat sasaran?"
Mari kita simak suatu kisah lagi. Pria miskin ini tinggal di desa yang sangat jauh dari kota. Bersamanya, sejumlah kepala keluarga juga sedang menunggu bantuan pemerintah.Â
Berhari-hari menunggu, tidak juga muncul apa yang sedang ditunggu, akibat tidak akuratnya data dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sesamanya.
Dua kisah tersebut tidak terjadi di Indonesia, melainkan di suatu negara yang berlokasi dalam imajinasi saya. Tentu kita semua berharap kisah-kisah itu tak akan terjadi di negara tercinta ini.
Meski begitu, saya tetap punya kecurigaan kuat bahwa masalah Indonesia bukanlah soal ketersediaan pangan, melainkan daya beli dan penyebarannya yang mungkin bias.