Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dompet Oleng dan Ketetapan Hati untuk Tetap Waras

21 April 2020   10:48 Diperbarui: 21 April 2020   10:56 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay.com

"Fokus Program Bank Dunia saat ini berbasis tiga pilar, yaitu menjaga kalangan yang membutuhkan, mendukung dan menyelamatkan lapangan kerja, serta membantu negara berkembang mengimplementasikan operasi darurat untuk memperkuat ekonomi negara," ujar David Malpass.

Kalimat dari presiden Bank Dunia tersebut saya kutip dari artikel berjudul "Bank Dunia Sebut Ekonomi Dunia Berpotensi Alami Resesi Lebih Dalam Akibat Corona". Terbit di liputan6(dot)com pada tanggal 18 April 2020.

Peryataan resmi dari lembaga keuangan dunia saja seperti itu, artinya setiap negara---idealnya---telah memiliki tindakan dan kebijakan yang seratus persen berpihak kepada seluruh rakyat. Pertanyaannya: "Bagaimana jika ada negara yang sangat lambat menangani perekonomian bagi rakyatnya?"

Coba Anda jawab dengan jujur, bawa serta hati nurani. "Apakah kita mengenal adanya suatu pemerintahan yang begitu lambat memberikan pertolongan ekonomis kepada masyarakatnya?"

Negara, dalam hal ini pemerintah Indonesia, setidaknya tidak perlu mengkhawatirkan masyarakat seperti saya. Mengapa? Karena saya termasuk satu dari sekian banyak orang yang tidak sanggup mengganggu stabilitas perekonomian. Sebentar lagi akan saya jabarkan.

Pertama, saya belum memiliki cukup uang untuk menimbun barang-barang kebutuhan pokok. Tepatnya, saya adalah pihak yang kebingungan dan khawatir jika ada oknum menimbun barang, yang menyebabkan harga melonjak.

Kedua, saya belum bisa melakukan penarikan besar-besaran terhadap simpanan tabungan di bank. Hal itu disebabkan karena memang tidak ada lagi yang tersisa. Tidak, percayalah, saya sedang tidak menyombongkan diri, uang gaji berlalu begitu saja dari rekening tabungan itu. Rush? Saya pikir itu hanya mimpi belaka.

Ketiga, andai saja saya bisa mengambil keuntungan besar dari situasi yang mencekik siapa pun seperti masa sekarang ini, pasti dompet saya sudah lebih tebal dari biasanya. Masalahnya adalah: masyarakat di tempat saya tinggal juga mengalami kesulitan yang sangat pelik. Katakanlah saya menjual masker dengan harga tinggi, mereka juga tidak sanggup beli. Jadi percuma saja saya berusaha mengambil keuntungan dalam kekacauan. Dosanya tak sebanding dengan untung yang didapat.

Keempat, biaya hidup yang tidak bisa dibilang murah membuat saya hanya bisa sedikit menyisihkan uang untuk menabung, dan ketika Covid-19 ini berkepanjangan sampai ini hari, uang tersebut menghilang seperti hantu. Singkat cerita, yang disebut Panic Selling atau Panic Redeeming itu adalah cerita dongeng buat saya.

Lihat? Betapa saya bukan ancaman bagi stabilitas keuangan negara! Pepatah anonim pernah berkata: "Bahkan di dalam kegelapan, selalu ada setitik cahaya." Seperti hal-nya saya---dan mungkin jutaan orang lain---yang benar-benar merasa menjadi warga negara yang baik saat ini: bukan ancaman, senang "rebahan", dan seorang introvert.

Saya bukanlah ancaman seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Senang "rebahan" karena memang hobi ketika sedang libur. Sayangnya, melakukan hal tersebut di saat Corona tanpa simpanan uang yang memadai sama artinya dengan bunuh diri. Di sisi lain, pergi keluar dengan resiko terpapar virus juga merupakan metode mati konyol. Jadi saya harus bagaimana? Hahahahaha ....

Kemudian, menyuruh introvert melakukan social distancing itu seperti mengajarkan burung untuk terbang, atau menggurui ikan untuk berenang.

Barangkali untuk sebagian orang, saya terkesan sedang bercanda, atau nyinyir .  Tapi tidak, jangan berprasangka buruk. Saya sedang menyampaikan fakta bahwa secara tidak langsung maupun tidak, ada golongan orang-orang yang secara tidak sadar telah berbuat banyak untuk negeri ini tanpa menggerakkan satu ujung jari pun. Hebat, bukan?

Kalau pun ada hal "nyata" yang bisa saya lakukan secara langsung dan sadar adalah dengan tidak menyebar kabar hoaks, karena siapa pun pasti setuju bahwa hidup dalam kebohongan itu sangat melelahkan. Kemudian, paket internet saya sangat terbatas sehubungan dengan berkurangnya pendapatan, sehingga membuat saya hanya akan menggunakannya untuk hal-hal berguna untuk meningkatkan kepribadian diri dan/atau menghasilkan uang. Bukankah saya cukup berperilaku cerdas?

Baik, saya akan lebih serius pada topik berperilaku cerdas ini. Nate Klemp dalam artikelnya yang berjudul "Stay Safe but Stop Obsessing: How to Prevent Coronavirus from Taking Over Your Life"---diterbitkan oleh fastcompany(dot)com---memberikan beberapa tips agar tetap waras saat Covid-19 melanda dunia.

Pertama, matikan semua sinyal pemberitahuan tentang berita terbaru. Kedua, memberikan batas yang jelas kapan harus mengecek atau membaca berita. Misalnya: "Saya mengizinkan diri saya sendiri untuk mengetahui berita pada pukul jam lima sore saja." Ketiga, jangan menonton televisi, karena tidak perlu membuat diri Anda trauma menyaksikan betapa menyedihkan kondisi pasien yang dibawa ke rumah sakit. Sebagai gantinya, Anda bisa membaca saja berita tersebut, ketimbang menonton.

Metode yang ditawarkan Nate Klemp bisa dilakukan, dan kalau boleh menambahkan, cara yang saya lakukan adalah tidak membatasi kapan harus membaca berita, tetapi hanya membaca mengenai pencegahan-pencegahan Covid-19 yang valid dan bisa dilakukan oleh orang awam di dalam lingkungan sosialnya.

Selain menjaga kesehatan mental seperti yang telah dijabarkan Nate Klemp, tentu jangan pula lupa menjaga kebugaran fisik untuk mencegah terjadinya depresi.

World Health Organization dalam sebuah artikel berjudul "Physical Activity and Adults" memberikan petunjuk untuk orang berumur 18-64 tahun agar berolahraga dengan durasi 150 menit per minggu.

Meski begitu, konsep social distancing juga harus diterapkan saat berolahraga. Kalau kita tidak cukup cerdas untuk mengembalikan keadaan perekonomian negara, setidaknya hal-hal kecil bisa terwujud dengan kesadaran diri untuk menjauhi mudarat.

Saya pikir perilaku cerdas yang akan dilakukan semua warga negara Indonesia tidak semata-mata untuk stabilitas keuangan semata, melainkan untuk sesuatu yang jauh lebih besar: persatuan bangsa!

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun