Tinggal di kompleks perumahan yang rata-rata penghuninya dari kalangan mampu menjadi dilema bagi Dido. Kebetulan setahun lalu, ia mendapatkan kenaikan jabatan dari perusahaan, sehingga ia bisa membeli rumah yang pembayarannya dicicil melalui sebuah lembaga riba.
Rumah Dido satu-satunya yang masih memiliki lahan di bagian depan, oleh karenanya beberapa tetangga yang merasa punya kedudukan tinggi itu sering memarkir mobil di situ tanpa izin.
Tidak terlahir sebagai pria yang senang keributan, Dido mengalah saja sambil memikirkan cara untuk mengakalinya. Pernah suatu kali ia memajang pot-pot bunga supaya tidak "dihinggapi" mobil, tapi hasilnya nihil. Orang-orang kaya itu menyingkirkan halangan yang ada. Lebih mudah bagi mereka memindahkan pot bunga daripada membuat sebuah garasi. Mungkin ini yang disebut orang setengah kaya.
Dido menghitung--saat hari libur--mobil yang parkir di halaman depan rumahnya, kira-kira tujuh mobil per tiga jam. Lumayan juga kalau seandainya hal itu dijadikan uang. Hanya dalam pikirannya, Dido bukan tipe orang yang mengambil untung dalam perkara seperti itu. Ia paham harus "bermain" cantik.
Menabur paku di halaman depan adalah ide berikutnya yang terpikirkan oleh Dido. Sebenarnya cukup efektif, jumlah mobil yang parkir berkurang, dari tujuh menjadi lima. Sayang, sepeda motor Dido juga kena batunya lantaran ia lupa di mana saja paku-paku itu disebar.
Terinspirasi dari petani yang menggemburkan tanah, Dido membuat becek halaman depan rumah. Respons dari para tetangga tidak disangka. Mereka mengganti ban mobil khusus untuk kompetisi di permukaan berlumpur.Â
Dengan sedikit uang yang ada, Dido mempekerjakan tukang untuk membangun pagar dari kawat. Dia pikir ini adalah solusi yang pastinya mujarab bagi semua pihak.
Di malam hari ketika Dido tertidur nyenyak, para tetangga pemilik mobil menyewa seseorang untuk memotong kawat pagar. Esok harinya seperti biasa, mereka bergantian memarkir mobil di situ. Dido geleng-geleng kepala.
Masih tidak mau kalah, Dido mendesain sebuah spanduk peringatan yang bertuliskan "jangan parkir di depan rumah ini", lalu dipasangnya persis di tepi jalan. Besoknya spanduk itu hilang entah ke mana.
Merasa habis akal. Dido mendatangi ketua RT untuk mendapatkan petunjuk serta nasihat untuk menghadapi orang-orang setengah kaya itu. Dido disambut hangat oleh Pak RT, mereka berdua berbicara seperti ayah dan anak. Pak RT memang sudah sepuh.
"Dulu bagaimana kompleks perumahan ini, Pak?" tanya Dido.