Pernah dalam suatu kesempatan, di suatu forum diskusi, di suatu tempat, di Kalimantan Barat, orang-orang yang bukan PPTDPKB, suaranya jarang didengar.
Pak Tono, seorang pengusaha bengkel, dan dulunya seorang mahasiswa cerdas yang aktif berorganisasi, tidak didengar suaranya kecuali untuk sekadar voting saja dalam memilih kepengurusan. Saya yang waktu itu masih bekerja sebagai karyawan perbankan dijadikan bendahara, padahal saya tidak lebih pintar dari Pak Tono, saya cuma anak kemarin sore yang bego dan kebetulan beruntung saja.Â
Kejadian berikutnya, saya bertemu seorang dokter gigi wanita (masih di Kalimantan Barat, tanah kelahiran yang sangat saya cintai ini). Waktu itu saya sudah berencana berhenti dari pekerjaan yang lama, kemudian si Dokter bertanya, "Apa rencana setelah ini?"
"Wartawan ... saya bermimpi jadi wartawan, Bu!" jawab saya semangat.
Lalu dia menjawab dengan "Oo......" yang sangat panjang, dan terlihat dari wajahnya bahwa ia tak tertarik membicarakan tentang profesi tersebut. Meski saya sampai hari ini bukan wartawan, tapi saya meyakini, menjadi seorang wartawan sama kerennya dengan menjadi seorang PNS.
Oleh karena bukan lagi dari bagian komunitas orang dalam kategori PPTDPKB, dalam sejumlah pertemuan (tidak semua), saya dan beberapa orang lain yang bekerja dalam bidang yang "biasa-biasa saja" (karyawan swasta, pengusaha, dan lain-lain), hanya akan jadi pelengkap saja. Bahkan mungkin tidak ditunggu, hanya sekadar diundang untuk menyaksikan superioritas kaum PPTDPKB. Tapi tidak masalah, kalau pun mereka menganggap punya derajat lebih tinggi pun tak mengapa, karena itu perspektif.
Kenyataannya nanti adalah manusia dianggap hebat karena berguna bagi sesama, bukan karena merasa lebih superior. Kita masuk ke pertanyaan utama: "Apakah menjadi PNS akan dianggap lebih terhormat dan bergengsi?"
Jawaban dalam sudut pandang saya adalah seperti ini: "Menjadi seorang PNS tentu saja hebat, dan menjadi penjual gorengan juga tak kalah hebat. Menjadi tentara sangat keren, dan menjadi tukang kayu juga tak kalah keren. Menjadi dokter sangat terhormat, menjadi tenaga pembersih jalanan umum juga tak kalah terhormat. Pekerjaan yang tidak bergengsi adalah sejenis pencuri, perampok, koruptor, dan sejenisnya. Jadi berhentilah menilai manusia berdasarkan rezekinya."
***
Dicky Armando, S.E.-Pontianak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H