Bung Dimas melempar senyum pertamanya kepadaku. "Terima kasih, aku telah menemukan jawaban kegundahan selama ini." Lalu, ia perlahan menghilang dari pandangan, mengecil, dan berubah jadi batu nisan bertuliskan "Keadilan Pernah Ada di Bumi".
Di langit sana---dari jendela---kulihat pesawat mondar-mandir yang kabarnya mengangkut rektor-rektor asing, dan bunyi klakson kapal di pelabuhan nun jauh di sana menandakan turunnya ribuan buruh entah dari negara mana. Bisa apa kami tanpa Bung Dimas?
****
Dicky Armando-Pontianak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H