Di depan komplek rumahku, hidup seorang pria berumur kurang-lebih tiga puluh lima tahun. Ia tinggal di dalam sebuah hunian berbahan dasar kayu kelapa. Atapnya terdiri dari lapisan seng yang murah-murah saja. Meski sederhana, tapi tempat itu terlihat sangat cantik. Apalagi ketika malam tiba. Cahaya lampu dari dalam menyiratkan kedamaian yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Bung Dimas, begitu biasanya ia dipanggil. Pria tersebut jarang keluar rumah, karena pekerjaannya sebagai desainer memang tak mengharuskan ia ke mana-mana.
Aku dengar, Bung Dimas itu banyak sekali duitnya. Tapi aneh, wajahnya tidak menyiratkan kebahagiaan sama sekali.
Setiap hari, para pesohor dari segala penjuru negeri datang ke rumah Bung Dimas. Katanya mereka ingin dibuatkan suatu rancangan. Entah apa. Tapi dari yang kulihat, orang-orang itu membawa banyak uang tunai untuk Sang Desainer.
Tak hanya orang kaya. Bung Dimas juga tak segan membantu orang yang punya sedikit uang. Sebut saja Pak Wendha. Pria itu belum kunjung mendapatkan jodoh. Tapi dengan bantuan Bung Dimas, dalam kurun waktu enam bulan, akhirnya ia menikah. Ajaib.
Ketika kutanyakan kepada Pak Wendha, desainer seperti apa Bung Dimas itu, ia enggan menjawab. Rahasia katanya.
Dalam penyelidikanku tentang masa lalu Bung Dimas, pria bertubuh ceking itu sangat misterius. Asal-usulnya tak jelas, banyak versi tentang kedatangannya ke kota ini.
Ada yang bilang bahwa ia lahir dari batu seperti Sun Go Kong. Kemudian menjadi pembawa keajaiban karena mendapatkan kekuatan dari langit dan bumi.
Gosip lain juga menyebutkan Bung Dimas tak ubahnya Godzilla yang merupakan sistem pertahanan bumi dalam mempertahankan eksistensi dari ulah manusia. Bedanya, ia terbentuk dari kumpulan dendam manusia.
Masyarakat tepian kota punya cerita yang lebih aneh lagi. Mereka menganggap Bung Dimas itu seperti Captain America yang hidup sejak masa lampau hingga kini untuk membantu orang-orang yang tidak berdaya. Ia benar-benar seperti legenda hidup di tempat ini.
Tapi ada satu petunjuk unik, bahwa Bung Dimas dulu pernah bekerja di industri riba yang membuatnya banyak musuh dan hidup tak tenang, ia kecewa dengan segala tipu daya bisnis tersebut, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk berusaha hidup mandiri dengan menjadi seorang desainer.