[caption caption="Dok.1(sumber : dok.pri)"][/caption] Denpasar (Bali) – Selasa (8/3) 2016 ribuan ogoh-ogoh kembali memeriahkan jalan-jalan disejumlah Kabupaten dan Kota yang ada di Pulau Bali. Di Kota Denpasar, Bali tepatnya diseputaran Jalan Thamrin parade Ogoh-ogoh dimulai dari pukul 16.00 wita. Para pemuda dengan pakaian adat Bali dengan diiringi gamelan khas Bali secara beramai-ramai mengangkat ogoh-ogoh yang sudah dikeluarkan dari Bale Banjar. Ogoh-ogoh sendiri merupakan replika perwujudan Butha Kala (red : raksasa dalam bahasa bali), dewa maupun cerita-cerita dalam Bhagawad Gita yang terbuat dari anyaman bambu dan dihias sedemikian rupa sehinga nampak hidup. Parade Ogoh-ogoh selalu rutin diadakan tiap tahun menjelang Hari Raya Nyepi. Parade Ogoh-Ogoh juga untuk merayakan pergantian tahun baru Caka 1938.
Ogoh-ogoh diarak mengelilingi jalan-jalan yang ada di Kota. Bahkan ada beberapa Ogoh-ogoh yang turut serta dalam perlombaan. Untuk menikmati parade pawai ogoh-ogoh tidak harus mengeluarkan uang karena anda bisa langsung melihat dar pinggir jalan protokol. Parade Ogoh-ogoh tidak hanya dinikmati oleh warga lokal saja melainkan wisatawan. Bahkan wisatawan asing sangat menikmati parade Ogoh-Ogoh. Salah satunya adalah Christopher wisatawan asal Australia yang rutin datang ke Bali untuk menonton parade Ogoh Ogoh. Menurutnya pawai Ogoh-ogoh sangat menarik. Ia menilai anak muda di Bali sangat kreatif dan memiliki jiwa seni yang tinggi dalam membuat Ogoh-Ogoh. “ Bali selalu memiliki daya tarik yang luar biasa, saya tidak akan bosan untuk ke Bali” ungkapnya.
Parade Ogoh-Ogoh juga membawa rezeki tersendiri bagi pedagang kaki lima. Karena banyaknya masyarakat yang ikut menyaksikan acara tahunan ini maka banyak pembeli yang mampir ke lapak mereka. Tak terkecuali para pemulung sampah plastik. Botol minuman yang mereka kumpulkan bisa menambah pundi-pundi rupiah mereka.
Ogoh-ogoh yang sudah diarak mengelilingi jalan-jalan Kota mauun desa selanjutnya akan dibakar di areal setra (red : kuburan dalam bahasa Bali). Ogoh-ogoh merupakan salah satu budaya kearifan lokal yang ada di Bali. Untuk itulah sudah sepatutnya warisan ini bisa terus terjaga sebagai kekayaan budaya Bangsa Indonesia.
[caption caption="dok. 2 (sumber : dok.pri)"]
[caption caption="dok 3 (sumber : dok.pri)"]
[caption caption="dok 3 (sumber : dok.pri)"]
[caption caption="DOK 4 (SUMBER : DOK.PRI)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H