Bertempat di Rumah Pintar JAlan Kamboja No. 4 Denpasar- Bali pada Rabu (20/3) 2013, Front Perjuangan Demokrasi Rakyat (Frontier) Bali mengadakan sebuah diskusi publik yang bertemakan Dampak Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3Ei) Terhadap Ekologi Bali ke Depan. Peserta diskusi terdiri dari kalangan siswa di Kota Denpasar, MAhasiswa, Organisasi Eksternal Kampus, Wahana Lingkungan HIdup (Walhi) BAli, dan juga khalayak umum. Hadir sebagai pembicara dalam diskusin yang menitikberatkan pada permasalahan lingkungan ini diantranya Dr. Hendro Sangkoyo ( Pendiri School of Democratic Economy) dari Jakarta , Nur Hidayati (Executive Nasional Walhi BAli) dari Surabaya, dan A. HAris (Sekjen Frontier BAli).
/p>
Total peserta yang hadir dalam diskusi ini adalah 100 orang. Acara di buka oleh sambutan ketua panitia pada pukul 14.00 wita. Selaku moderator dalam diskusi publik ini yaitu PAnde Nyoman Taman BAli. Pada sesi pertama Nur Hidayati memulai diskusi dengan materi krisis lingkungan hidup, konflik Agraria dan MP3Ei. Nur Hidayati menjelaskan bahwa awal mula terjadinya bencana ekologi diawali oleh adanya alih fungsi lahan. Secara lebih dalam ia memaparkan bahwa konsep MP3Ei adalah konsep yang sangat merugikan rakyat Indonesia karena secara tidak langsung mengeruk sumber daya alam secara besar-besaran. Rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari konseo MP3EI. MP3Ei adalah konsep perekonomian dengan membagi wilayah di Indonesia menjadi enam bagian koridor yakni Koridor Sumatera, JAwa, Kalimantan, Sulawesi, BAli-Nusa Tenggara, dan Kepulauan MAluku-PApua. Selain merugikan konsep MP3Ei juga membuka celah terjadinya konflik agraria pada masyarakat Indonesia.
/p>
Pada sesi kedua Sekjen Frontier BAli A. HAris secara umum mengatakan argumennya mengenai kondisi Pulau BAli yang semakin memprihatinkan dari sisi ekologi dan konservasi lingkungan. Banyak lingkungan alam BAli yang sebenarnya merupakan lahan hijau rusak akibat semakin maraknya pembangunan seperti contoh pembangunan BAli International Park yang membuat kawasan BAli Utara overload kamar hotel 9.800 kamar. Kondisi yang demikian bisa dikendalikan dengan moratorium (penghentian) pembangunan dalam jangka tertentu. Haris juga mengkhawatirkan ancaman krisis air di BAli pada tahun 2015 dipicu banyaknya villa yang membangun kolam renang di masing-masing villa pribadi. Pembicara terakhir yaitu Dr. Hendro Sangkoyo menegaskan idenya bahwa BAli tidak harus bergantung pada sektor pariwisata dalam segi peningkatan perekonomian masyarakatnya, sebab secara tidak langsung pariwisata akan menggerus pertanian dan swah yang ada di BAli. Pertanian merupakan urat nadi sebenarnya perekonomian yang ada di BAli. JAdi sudah seharusnya dilestarikan. Acara ditutup dengan pemberian plakat oleh pantia kepada pembicara dan moderator oleh Penyelenggara diskusi publik.
strong>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H