Sudah lama kutinggalkan kampung halaman dan hampir sepuluh tahun lebih aku tinggal di kota yang penuh dengan  hingar bingar. Di kota ini pun aku sering berpindah-pindah dari kota yang satu ke kota yang lain. Karena situasi dan kondisi yang memaksa.
Semenjak sepuluh tahun kebelakang sampai hari ini, di kota selalu banyak perubahan dari segi politik, ekonomi sampai kehidupan sosial. Itu yang aku rasakan sendiri, apakah sama dengan yang teman rasakan? Mungkin ada yang berbeda kali juga ya.
Aku yang lahir di sebuah desa  dan sempat besar di desa tersebut.  hidup di desa itu kadang kita serba kekurangan serba terbatas baik itu ekonomi maupun pendidikan, terbesit dalam hati untuk meninggalkan desa.Â
Apalagi kalau setiap hari raya idul fitri atau orang desa aku menyebutnya lebaran, banyak orang yang pulang merantau dari kota, yang memperlihatkan seakan-akan mereka di kota hidup mewah dan enak, pakaian yang bagus begitupun kendaraan yang sangat mewah sering mereka pertontonkan.
Dari situlah aku berpikir ingin seperti mereka. Ternyata Tuhan langsung  memberikan jalan melalui seorang teman yang ia pun menggantungkan hidupnya di kota, ia pun mengajak aku untuk merantau.
Singkat cerita, aku beranggapan bahwa kota akan menjamin semua keinginan dan semua mimpiku, ternyata tak semudah itu seakan-akan di kota kita diwajibkan untuk berusaha keras kadang sampai harus berdarah-darah. kota lah yang memperkenalkan kehidupan baik itu kelembutan maupun kekerasan, tak terbayang ternyata kehidupan di kota tak seindah yang kita bayangkan. Jauh dari apa yang diharapkan dulu.
"Kota yang kudambakan tawarkan kekerasan, nyeri merobek hati tak dapat aku hindari" sebuah lirik lagu milik Iwan Fals menggambarkan sebuah kehidupan kenyataan yang aku alami. Dikota kita selalu harus berpikir dan bergerak agar kita tetap bisa bertahan hidup.
Saat kita di desa aku melihat kota yang begitu menjanjikan seakan-akan ia amat sangat sombong, sehingga angan-anganku melambung tinggi.
Kini mimpiku singgah dilangit dan aku berpikir aku akan berpegang erat kepada apa yang ada dilangit. Tetapi aku kebingungan apa yang harus aku pegang yang ada dilangit, dan ku biarkan diri ini terjatuh.
Hari demi hari waktu terus berjalan, ada rasa benci dalam hati ini semakin muak mendengar kota yang durjana menipu kehidupan ku yang polos. Walaupun begitu aku tetap tak bisa lepas dari semua rayuannya. Aku tetap berusaha menggapai mimipiku walaupun aku harus menjerit lunglai.