Mohon tunggu...
arma arsyad mahiya
arma arsyad mahiya Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat nasehat, berbagi inspirasi

Lahir di Bandar Lampung, bekerja di surat kabar lokal di Lampung dengan jabatan terakhir Marketing Support. Hobi membaca, dan pecinta fiksi dan artikel pengembangan diri

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sang Pembawa Masa Depan

27 November 2020   15:17 Diperbarui: 27 November 2020   15:23 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jika pernah nonton film The Time Machine tahun 2002 tentulah ingat si Alexander Hartdegen, si pemeran utama. Film sains-fiksi ini rasanya cocok jika dikaitkan dengan kondisi saat ini. Ketika generasi baby boomers dikagetkan dengan perubahan-perubahan yang begitu dahsyat. Hampir seluruh bidang kehidupan tersentuh dunia digital bak warung tegal tinggal gunakan telunjuk selesai. Antara penasaran dan keinginan mengubah takdir agar kekasihnya Emma tak tewas dibunuh perampok, sang jenius rela berkutat dengan mesin waktu ciptaannya. Namun, takdir tak berubah Emma tetap mati.

Lima tahun belakangan ramai terdengar istilah Millennial, untuk segala urusan, bahkan ada seorang pakar branding menulis judul tulisan"Millennial Kill Everything". Kelompok usia itu mengubah segala tatanan kehidupan. Kita seolah ada di persimpangan jalan, tak dapat menolak tetapi ragu bertindak. Banyak persaingan anomali dalam bisnis, anak muda tak punya catatan prestasi bisnis mampu membuat perusahaan"Start Up"yang menggilas perusahaan konvensional sejenis. Kita menjalankan kondisi yang tidak biasa, dan terheran-heran saat anak-anak generasi M yang tak punya beban sejarah mampu membawa masa depan ke masa kini, sementara kita menyimpan masa lalu ke masa kini. Mantan bukanlah pahlawan yang harus dikenang.

Lihatlah grup Whatsapp di gawai Anda, ada berapa grup Alumni dari TK sampai S2, grup masa lalu  yang isinya sekedar candaan dan rencana reuni. Generasi M tak memiliki beban sejarah, karena bagi mereka kepemilikan tidak sepenting "Sharing". Mereka senang berkolaborasi, menyukai petualangan dan bergaya minimalis. Perusahaan yang mereka dirikan tak punya aset, kantor mungkin sewa, tapi mampu menghidupkan jutaan orang hanya lewat aplikasi. Perusahaan yang terikat dengan masa lalu, nama besar dan sejarah yang berkilau segera berubah beradaptasi agar tetap sustain dan growth. 

Pada tahun 2022 dimulai 5G, maka semakin banyak pekerjaan-pekerjaan yang digantikan oleh AI (Artificial Intelligence). Di negara-negara Eropa beberapa profesi sudah banyak digantikan oleh mesin dengan segala bentuk dan aplikasinya. Lalu apa yang harus kita siapkan? Kita diciptakan bukan tanpa alasan, karena apa yang sedang kita jalani sekarang adalah sebuah takdir, suka atau tidak suka. Kita dilahirkan bukan untuk menjadi biasa-biasa saja, tetapi untuk menjadi luar biasa hingga kita mampu membantu orang banyak. Untuk menjadi luar biasa maka kita harus memiliki mimpi dan target yang besar, dan tidak terjebak pada target-target kecil. Tugas kita hanya menjalani dengan sebaik-baiknya sisanya hanya Tuhan yang putuskan.

Kita berhutang pada sejarah yang membuat kita menjadi sejahtera. Maka jangan ikat kaki kita terlalu lama, lepaskan dan lari kencang. Hal ini tidak dirasakan oleh generasi M yang mempunya role model sendiri seperti Steve Jobs, Bill Gates dan Mark Zuckerberg. Mereka membuat orang bahagia sehingga kaya raya. Mereka memudahkan orang bekerja, membuat orang menemukan kawan lamanya. Hal ini menjadi inspirasi generasi M untuk membawa masa depan ke masa kini. Lalu bagaimana dengan kelompok yang menyimpan masa lalu ke masa kini? Bukan bermaksud melupakan sejarah, tetapi cepat "move on" itu jawabannya. Kelompok usia memang tidak bisa dibantah karena itu angka pasti dan sekali lagi takdir. Tetapi bukan berarti usia kepala lima tak bisa masuk ke kelompok Gen M, selagi pola pikirnya sama yaitu membawa masa depan ke masa kini maka usia hanyalah angka. Jika kita bukan kelompok M dari usia maka ini takdir, tetapi kita punya pilihan sebagai insan yang membawa masa depan dimasa sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun