Mari kita liat sebuah fakta di tengah tengah masyarakat:
1). Rakyat ke TPS.
2). Memilih wakil rakyat di DPR.
3). Setelah di DPR, wakil rakyat ini malah tidak bisa mewakili rakyat.
4). Wakil rakyat malah dipenjara oleh Ketum Partai.
5). Wakil rakyat di DPR tunduk pada ketum partai.
6). Ketum partai yang mengendalikan kebijakan politik negara.
Dari enam point tsb, Artinya ada 10 partai plus ketumnya yang jadi pengendali negara kita sbb:
(1). Megawati, pengendali PDIP.
(2). Wiranto, pengendali Hanura.
(3). Surya Paloh, Pengendali Nasdem.
(4). Prabowo S, Pengendali Gerindra.
(5). ARB, Pengendali Golkar.
(6). Anis Matta atau Ustad Hilmi, Pengendali PKS.
(7). Muhaimin, Pengendali PKB.
(8). Romahurmuzy atau SDA, Pengendali PPP.
(9). SBY, Pengendali Demokrat.
(10). Hatta Rajasa, Pengendali PAN.
Nah 10 (sepuluh) nama nama plus ketua dewan Pembina / Ketua dewan Syuro Partai inilah yang mengendalikan Wakil rakyat yang kita pilih saat di TPS. Anda memang memilih Wakil Anda, tapi setelah mereka terpilih maka mereka “letoy” melawan Ketum partai. Mereka bisa dipecat selaku Agt Dewan di DPR-RI dengan di PAW (Penggantian Antar Waktu) yang diajukan oleh Partai. Padahal mereka terpilih adalah karena suara anda dan bukan oleh suara Ketumnya.
Artinya:
Ketum partai lebih berkuasa daripada wakil wakil rakyat yang telah anda tunjuk. Lihat saja lobby lobby politik di DPR kemarin ini. Begitu pongahnya Ketum partai membagi bagi kursi kekuasaan sehingga wakil yang anda pilih malah “ciut nyali” pada ketumnya. Begitu pongahnya Ketum partai menguasai pembahasan UU Pilkada oleh DPRD. Semua dikendalikan dibalik layar perintrah Ketum Partai.
Casenya adalah:
1). JR kan untuk membubarkan Partai. Sehingga di 2019 nanti posisi Caleg DPR sama dengan Calon Agt DPD, tanpa nama partai
2). JR kan Fraksi-Fraksi DPR sebagai “tangan besi” Ketum Partai
3). JR kan PAW yang sering mengancam agt Dewan dan sulit bersuara sesuai keinginan rakyat.