Mohon tunggu...
Arlisa Thufailah Zuhro
Arlisa Thufailah Zuhro Mohon Tunggu... Mahasiswa - A long life learner

Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Shalawat Gamelan: Tradisi Unik di Desa Grujugan Kidul

21 Juli 2024   20:00 Diperbarui: 21 Juli 2024   20:17 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Kamis, 18/7/2024, Dusun Krajan I RT 07 RW 01 Desa Grujugan Kidul, menyelenggarakan acara shalawat bersama sebagai bagian dari tradisi keagamaan. Hal ini merupakan salah satu wasilah untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah SAW. Uniknya desa ini memiliki rutinitas pembacaan shalawat yang diiringi dengan alat musik tradisional bernama gamelan. Gamelan yang merupakan alat musik tradisional Indonesia dengan tangga nada yang dimainkan dengan cara dipukul, telah ada sejak zaman Majapahit. Penggunaan gamelan dalam pembacaan shalawat ini menjadi wujud pelestarian akulturasi budaya dengan agama.

Bapak Rofiq, selaku Kepala Dusun Krajan I menyebutkan bahwa kegiatan sholawat ini sudah ada sejak lama dan telah menjadi kegiatan rutin keagamaan. Selain itu, shalawatan bersama juga dimaksudkan untuk memperkuat ukhuwah antar warga setempat. Yang tak kalah menariknya pula dalam shalawatan ini bukan hanya menggunakan Bahasa Arab, akan tetapi juga melantunkan shalawat dengan menggunakan bahasa daerah setempat, yakni Bahasa Madura.

Rutinan shalawat ini  dipelopori oleh Kyai Ageng Lanceng yang terkenal akan kesaktiannya.  Hal ini dilakukan beliau sebagai bentuk syiar agama Islam yang dilestarikan hingga saat ini. Konon, Kyai Ageng Lanceng bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa memijakkan kaki. Maka dari itu, masyarakat setempat meyakini bahwa Kyai Ageng Lanceng memiliki karomah seperti halnya waliyullah lainnya. Menurut keterangan Pak Rofiq, Kyai Ageng Lanceng ini tidak berkeluarga sehingga beliau tidak memiliki keturunan.

Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Kamis malam Jum'at yang bertempat di Astah Kyai Agung Lanceng. Astah sendiri diambil dari Bahasa Madura yang bermakna pesarean atau tempat peristirahatan terakhir. Sebelum beliau wafat, asta ini juga merupakan tempat tinggal semasa hidupnya. Kegiatan ini dimulai dengan membaca surat Al-Fatihah, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Tahlil singkat dan ditutup dengan doa. Dengan berakhirnya doa, maka tibalah saatnya para pemain gamelan menunjukkan kelihaiannya dalam memukul antar bilah dengan cermat seraya melantunkan sholawat yang menggema. Gamelan sendiri dimainkan oleh sekelompok orang yang memiliki keahlian dalam memainkan kesenian ini. Mulai dari kalangan muda hingga kalangan tua terlibat di dalamnya.

Dalam kegiatan ini terlihat antusias warga Dusun Krajan I yang cukup membara. Hal ini ditunjukkan dengan adanya partisipasi dari warga turut serta memeriahkan dan membaca shalawat dengan penuh semangat. Bagi masyarakat yang sudah mengetahui akan keramat yang dimiliki oleh Kyai Ageng Lanceng yang amat tersohor ini, sehingga tak jarang pula yang hadir dalam rutinan ini bukan hanya warga Dusun Krajan I saja melainkan juga ada yang berasal dari dari luar Desa Grujugan Kidul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun