Mohon tunggu...
Fitri Arlinkasari Rahman
Fitri Arlinkasari Rahman Mohon Tunggu... -

singkat saja panggil saya: Inka. seorang calon psikolog pendidikan yang senang melanglang buana, sedang ingin belajar bikin feature yang seru, sekaligus pengamat yang tak kritis-kritis amat. haha.. but overall I am an enriched woman! :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kondisi-kondisi Terbaik untuk "Bersuara"

11 April 2010   14:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:51 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengalaman membawa saya berkenalan dengan banyak orang dan cara mereka menyuarakan pendapat dengan beragam cara yang "tak terduga".

Pertengahan 2009 kemarin, saya bertemu seorang pria. tinggi besar. muka bulat dengan mimik wajah yang lucu. sekilas dia orang yang hangat mudah meyapa dan disapa. namun semua bayangan sekilas tentangnya segera runtuh setelah saya mencoba mengajaknya berbincang-bincang seputar hal-hal tidak penting: bagaimana kuliahnya atau apa pendapatnya tentang karakter salah seorang dosen. Jawabnya? singkat, padat, dan bersekat. Bersekat di sini saya artikan sebagai sebuah kekakuan dalam dirinya untuk berinteraksi dan merespon pertanyaan saya. buat saya, ia tak cukup menarik untuk dijadikan kawan bicara berjam-jam. namun saya juga tahu bahwa dia seorang pendongeng yang baik dan menyenangkan. beri dia boneka puppetnya lalu minta ia mendongeng barang sepenggal. niscaya, ia menjadi pribadi yang mendadak ekspresif dan segala sekat itu terbongkar sudah. apa yang ingin dia ucapkan, yang dia rasakan terungkap jelas lewat media boneka tangan dan sepenggal dongengnya. dalam sekejap ia berubah menjadi pria berwajah bulat dengan kesulitan menemukan titik dalam ceritanya.

lebih jauh lagi sebelum mengenal si pria bulat tinggi besar dengan kemampuan mendongengnya yang dahsyat, saya dipertemukan dengan seorang musisi legendaris Indonesia, Iwan Fals. sekali saja memang bertemu dengannya dalam sebuah pertemuan desa binaan yang dulu pernah dikader bersama teman-teman saya. ketika diajak ngobrol ini itu yang empunya lagu Bento cuma menampilkan ekspresi datar dengan sesekali anggukan. ketika diminta menimpali penyataan dia cuma bilang,"bisa dicoba", sisanya? lagi-lagi dijawab dengan bentuk anggukan atau kening yang sesekali mengkerut. tapi coba pinjamkan ia gitar. dalam dua kali kejapan mata dia pasti sudah asik menggonjreng sambil sesekali menyeruput kopi pahitnya. senar-senar dimainkan dan lagu-lagu sumbang berlirik perlawanan meluncur deras. tak heran dulu ia pernah diciduk antek-antek orde baru lantaran lagu-lagunya bikin para pembesar kala itu merasa tersinggung. dalam petikan senar gitar dan suara fals-nya ia sukses menyuarakan isi kepala dan kegelisahannya tanpa perlu obrolan-obrolan formal yang hambar baginya.

Sedikit saya tarik ke lingkar kerabat dekat, kakak saya juga bukan seorang pembicara yang baik. obrolan-obrolan formal biasanya tak cukup membuatnya antusias untuk disimak. sapa menyapa ditanggapi ala kadarnya. bahkan jika dalam keadaan yang sedang sangat emosional, ia bisa memuntahkan kata-kata paling menghujam yang pernah saya dengar. namun lain cerita jika ia sudah "dibungkam" dengan kanvas dan kuas. dalam beberapa jam saja ia bisa begitu larut dengan lukisannya sebagai bentuk isi kepala yang tumpah ruah. sekalipun sebelumnya ia menjadi pribadi yang impulsif di kala sedang sangat emosional, ia terlihat menjadi sosok yang paling handal mengontrol dirinya. tak lagi tersisa jejak-jejak murka serapah yang di dua menit sebelumnya ia lontarkan tanpa ampun.

belum habis dengan cara menuturkan isi kepala dan isi hati yang menurut saya "unik", saya kembali dipertemukan dengan seorang balerina yang memiliki masalah serupa dengan ketiga subjek saya sebelumnya. jangan minta ia bercerita dan berpendapat mengenai suatu hal, karena responnya akan sungguh minimalis. beri saja ia waktu barang dua hari dan poof! dia telah siap dengan rangkaian gerak terbarunya yang ia beri sembarang judul. terakhir jumpa dengannya di sebuah reuni ia menamakan tarian koreografinya sebagai tarian "penghadang maut". ajaib, saya yang lebih suka berpendapat lewat komunikasi verbal dibuat linglung dengan tema seaneh itu. penghadang maut rupanya ia analogikan sebagai tarian penolak bala. di saat semua orang saling sibuk menuduh siapa teroris, si balerina malah membuat tarian yang menggambarkan betapa cinta bisa menunda kematian atau setidaknya menyulap kematian akibat kebencian tak sekonyol apa yang pernah terjadi di bom bali ataupun bom marriot. singkat kata, jangan tanya dia tentang apa pendapatnya karena dia selalu gugup menjawab. minta ia menari saja dan setuntasnya irama yang mengiringi tariannya ia akan menjelaskan maksud dibalik gerakan-gerakan gemulainya.

bertemu dan berkenalan dengan orang-orang seajaib mereka membuat saya semakin yakin bahwa setiap orang punya kecerdasan yang berbeda-beda khususnya dalam cara mereka menuangkan aspirasi. banyak dari manusia di muka bumi ini yang asik dengan tulisan-tulisan mereka untuk menceritakan maksud mereka, termasuk maksud melakukan perlawanan. namun tak sedikit juga dari manusia muka bumi ini yang dianugerahkan kelebihan lain oleh tuhan dalam beradaptasi dan berkomunikasi. lewat gerakan, nyanyian, lukisan, dongeng dan bahkan tumbuhan seperti yang terjadi pada ayah saya. pengalaman bertemu orang-orang seunik mereka, membuat semakin sadar bahwa kecerdasan majemuk memang ada dan tumbuh dalam setiap diri manusia. tanpa perlu merasa ragu karena berbeda, lakukanlah segala hal yang bisa kita lakukan dengan segala cara yang kita kuasai.

pertemuan dengan manusia-manusia seajaib itu juga membuat saya semakin yakin, perbedaan itu perlu dan harus. alasannya sederhana saja, saya tak sanggup membayangkan jika semua orang berkomunikasi dengan berbicara secara verbal dengan stimulus audio. tentu polusi suara semakin menanjak intensitasnya dan kanvas, gitar, boneka serta kursus balet tak lagi laku karena peminatnya sepi. hahaha.. alasan saya selalu sederhana.

also see: www.pericerahati.multiply.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun