Mohon tunggu...
Fitri Arlinkasari Rahman
Fitri Arlinkasari Rahman Mohon Tunggu... -

singkat saja panggil saya: Inka. seorang calon psikolog pendidikan yang senang melanglang buana, sedang ingin belajar bikin feature yang seru, sekaligus pengamat yang tak kritis-kritis amat. haha.. but overall I am an enriched woman! :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

becoming god in 45 minutes.

22 Februari 2010   13:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:47 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

setiap kali saya berada di atas sini, saya benar-benar merasa diri ini menjelma jadi tuhan. tuhan dengan "t" kecil tentunya. apa sebabnya? karena saya selalu mengimajinasikan tuhan sebagai "sosok" yang bisa mengawasi segala jauh dari atas sana dengan pandangan maha luas sekaligus maha dalam. tak satupun luput dari pengawasannya. dan pagi ini saya diperkenankan menjalankan salah satu tugas tuhan: mengawasi dari atas meski tak sampai menembus tempatNYA bersemayam. saya hanya lebih tinggi beberapa belas meter namun cukuplah membuat saya merasa bagaikan tuhan kecil.

selama 45 menit dalam perjalanan menuju kampus dari stasiun juanda bermoda transportasi kereta ekonomi saya menjelmakan diri sebagai tuhan kecil. memandang bebas ke bawah dari balik kaca jendela yang sudah rombeng di sana sini. mengamati bagaimana manusia beraktivitas tanpa mereka merasa perlu diamati oleh saya.

lepas landas dari stasiun juanda, di pinggir trotoar depan ragusa ada mereka yang masih lelap di atas koran. bersanding kontras dengan pemandangan di kanan kirinya: restoran-restoran mahal dan mesjid istiqlal. barangkali mereka warga jalanan yang rumahnya memang hanya di sana, di pinggir jalan dengan atap yang begitu mesra: langit biru tanpa sekat.

kereta ekonomi dengan masinis yang sesekali kacau memainkan rem kereta kembali melaju pelan menuju gambir. biar hanya lewat sahaja, tapi saya menangkap aktivitas mereka yang duduk penuh harap di pinggir peron menanti penumpang kereta lintas propinsi keberatan membawa jinjingannya. sekelebat tertangkap ada yang membawa banyak barang, sekilat itu juga mereka berebut menyambar penumpang menawarkan bantuan. syukur-syukur ada komisi lebih atas jasa pikul mereka.

meninggalkan gambir, dari atas sini-entah di daerah mana- saya mengintip seorang ibu tengah mandi di balik ilalang tinggi yang hanya dibatasi seng berbentuk kubus. melirik ke kanan kirinya, ternyata ada perkampungan kumuh di sana mengaral hingga dekat cikini. oh, rupanya masih ada rumah petak di tengah perumahan seharga milyaran ini. lagi-lagi sebagai tuhan kecil saya hanya sanggup mencatat dan mengamati. dan tak bisa lebih dari itu seperti Tuhan Besar dengan sekali jentikkan jari bisa mengubah segala jika ia ingin.

mulai merapat ke manggarai. di sini kereta ekonomi berhenti lama. persis anak kecil yang sedang istirahat selepas mengejar bola di tengah lapangan. napas kereta naik turun. antara berangkat dan tidak berangkat selalu tipis bedanya. bergerak maju dua meter, dia berhenti lagi demi mengalah untuk pakuan ekspres yang hendak membalap. benar-benar kereta butut yang pasrah dan senang mengalah untuk kereta-kereta kelas "bangsawan".

bergegas lagi si kereta mengantarkan tuhan kecilnya melipir ke tebet. di sini manusianya mulai bar-bar. saya tak lagi bisa melihat ke bawah, pandangan saya mendadak sempit seiring dengan bertambahnya penumpang dengan kelakuan serampangan. main desak, main sodok, main sikut asal bisa masuk semua praktis halal. berebut kursi sampai lupa kalau di depannya ada ibu-ibu tua dengan bawaan super banyak dan ibu-ibu muda yang tengah menggendong bocahnya yang terus menangis kepanasan. kalau sudah begini, dimana nurani mereka sebagai manusia? oh.. ataukah mereka sudah kebal dengan situasi-situasi miris macam ini? tuhan kecil bingung. satu-satunya yang bisa saya lakukan hanya berdiri dan membiarkan kursi saya ditukar dengan seorang nenek yang setelah saya ajak ngobrol-ngobrol dia hendak menjenguk cucu ke sembilannya yang baru lahir. kali ini, tuhan kecil bisa juga berdialog dengan manusia lainnya selain hanya mengamati lekat-lekat.

rel yang menjulur di pasar minggu, lagi-lagi membuat kereta ekonomi-kendaraan sang tuhan kecil berhenti cukup lama. saking lamanya, seorang manusia yang sama-sama berdiri dan bergelayut di pegangan besi terlihat mulai mengantuk. entah karena ia kurang tidur, atau karena ia suntuk dengan hidupnya dan memilih tidur sebagai pelepas ketidakaruan hidupnya. perlahan namun pasti, si manusia titisan adam itu mulai terantuk kepalanya dan tepat membebani saya dengan kepalanya yang tak lebih besar dari bola voli. tak berat memang, hanya saja bagi saya itu tak pantas. come on! saya tuhan kecil, buat apa dia menempel-nempelkan kepalanya seolah mesra ke pundak saya. orang tentu berpikir tuhan kecil begitu pilih kasih hanya dengan membiarkan si manusia adam ini yang bisa bermanja dengan tuhan kecilnya. karena jengah dengan adegan ini, saya putuskan membangunkannya dan memintanya jangan mengantukkan kepalanya lagi ke pundak saya. manisnya, si manusia adam tak hanya minta maaf tapi juga malah mengajak kenalan. ah, muslihat lama dengan aransemen baru, pikir saya. singkat kata, dia sedang pusing dengan kuliahnya karena terpentok masalah biaya. dan lebih singkat lagi, kali ini tuhan kecil hanya sudi mendengarkan sambil sesekali mengangguk terpaksa. maaf, manusia... mintalah solusi pada Tuhan Besar.

pun akhirnya kendaraan massal bertarif 1500 rupiah ini telah sudi megantarkan tuhan kecilnya ke tempat dimana sang tuhan akan menuntut ilmu. berguru pada para pembesar ilmu agar ketuhanannya tak membuatnya lupa diri dan luput dari rasa rendah hati. agar tuhan kecil tetap sadar betapa Tuhan Besar akan selalu lebih hebat darinya sehingga tiada alasan untuk menjadikannya tuhan kecil yang sombong.

Tuhan Besar, terima kasih atas kesempatan "on the job training" darimu pagi ini. ternyata tak mudah menjadiMu. saya hanya bisa melihat, mengamati, mendengar, dan malah memaki dalam hati. tak pernah bisa lebih dari itu. tak sepertiMu yang penuh kekuasaan dan kebesaran, bisa mengubah segala, menjadi manajer terbaik, penasihat teragung, dan kapten terhebat! akankah besok Kau masih sudi membiarkanku menjelma lagi menjadi tuhan kecil yang asik bermain dan mengamati dari atas dan diam-diam memetik hikmah?

_forbidden room, 22 februari 2010_
kepada mereka (tuhan-tuhan kecil lainnya) yang selalu (dan masih) mempercayakan perjalanannya pada kereta api kelas ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun