Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Para Ibu Tegar

27 September 2016   17:06 Diperbarui: 27 September 2016   17:11 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: infokomputer.com

Memiliki anak adalah masa – masa yang paling indah bagi seorang perempuan. Belumlah sempurna rasanya kehidupan perempuan jika belum dipercaya oleh Sang Pencipta alam semesta untuk mengasuh anak-anak dengan tangan mereka. Jadi para ibu layak berbangga hati, lebih tepatnya bersyukur bila Allah SWT menganugerahkan anak – anak untuk diasuh.

Mempunyai anak juga berarti sebuah tanggungjawab. Sebab titipan Allah itu harus dididik dan dibesarkan dengan baik, mendapat limpahan kasih sayang terutama dari ibu, ayah dan orang-orang sekitar untuk bekal menjalani kehidupan.

Ketika makhluk mungil itu keluar dari rahim, harapan besar muncul dalam benak sang ibu terhadap perjalanan hidup si buah hati kelak. Ibu ingin anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat, lincah, cerdas, berakhlak baik, bermanfaat bagi masyarakat serta mengisi kehidupannya dengan semua hal terbaik yang ada di dunia. Rasa sakit ibu selama mengandung tak lagi berarti karena mendengar tangis bayi mungilnya yang sejak lama dinantikan. Lega hati ibu memandang wajah lugu si bayi, bahagia rasanya.

Namun harapan manusia terkadang tidak selalu sejalan dengan keputusan Allah SWT. Dengan maksud baiknya, Allah SWT memilih manusia – manusia yang layak diberi ujian kehidupan dalam rangka meningkatkan derajat manusia itu dihadapanNya.

Ini yang dirasakan ibu Endang Setyanti, warga Jalan Sumbangsih V/3 RT 006/01, Kelurahan Karet Jakarta. Awalnya sang anak, Habibie Afsyah, lahir dengan kondisi normal. Anggota keluarga baru itu pun disambut dengan penuh suka cita. Namun menjelang usia satu tahun Habibie terdeteksi mengidap kelainan bawaan pada saraf motoriknya. Secara perlahan kondisi Habibie akan mengalami perubahan. Fisiknya akan mengalami keterbatasan karena saraf – saraf motoriknya rusak. Bahkan dokter memprediksi umur Habibie tidak akan lebih dari 25 tahun. Bisa sampai usia 25 tahun saja sudah bagus, begitu kata dokter.

Hati ibu mana yang tidak pedih mengalami kenyataan tak terduga itu. Impian tentang masa depan anak berguguran satu persatu dalam benak ibu. Tetapi bu Endang tidak berlama – lama dalam kondisi kesedihan. Dengan dukungan sang suami, mereka bangkit. Habibie tetap diasuh dengan sebaik – baiknya. Mereka meyakini di atas langit masih ada langit. Perhitungan medis bukan segalanya. Ada Allah Yang Maha Kuasa.

Melewati usia balita, Habibie harus menggunakan kursi roda karena kerusakan saraf bagian kaki membuatnya tidak bisa berjalan. Sang ibu tetap setia mendampingi Habibie kecil dengan penuh kasih sayang. Memperhatikan segala kebutuhannya sembari terus memberi motivasi sebagai spirit bagi kehidupan Habibie. Habibie tidak boleh lemah dan selalu bergantung pada ibu bapaknya. Sebab bisa saja ibu dan bapak mendahului Habibie pulang ke rahmatullah. Maka demi masa depan Habibie, bu Endang dan suami berusaha membentuk mental mandiri pada Habibie. Mereka menggali potensi Habibie agar kelak bisa hidup dengan kemampuannya sendiri.

Lalu Habibie pun disekolahkan. Bukan di sekolah khusus penyandang cacat. Tetapi di sekolah umum agar kepercayaan dirinya tertempa sedari kecil. Bu Endang selalu menemani Habibie, termasuk saat Habibie bersekolah. Sembari bersekolah bu Endang memberi perawatan kesehatan pada Habibie. Habibie difisioterapi di Yayasan Penyandang Anak Cacat (YPAC).

Ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Ada yang istimewa pada Habibie. Ketika dilakukan tes IQ, ternyata kecerdasannya di atas rata – rata. Hobinya adalah mengoperasikan komputer. Dengan susah payah akhirnya Habibie lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian bu Endang memutuskan bahwa Habibie tidak melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Dengan pertimbangan akan banyak kesulitan nantinya dengan keadaan Habibie yang harus selalu ditemani oleh ibunya. Mengingat hobi komputer Habibie, suatu hari sang ibu mengajaknya ikut seminar internet marketing.

Ternyata dari situlah jalan rezeki yang diberi Allah untuk Habibie. Dia mulai mengembangkan bisnis online. Habibie menjelma menjadi sosok mandiri dan sukses secara finansial. Dari blog pribadi “Habibie Pebisnis Amazon” miliknya, diperoleh penghasilan sekurang – kurangnya 10 juta setiap bulan. Selain itu di rumahnya Habibie mengembangkan usaha “Waserba Sumbangsih” yang menjual barang – barang kebutuhan rumah – tangga, seperti gas elpiji, minyak goreng, air minum galon dan lain – lain. Habibie pun sering tampil sebagai pembicara di berbagai seminar. Kapasitasnya sebagai “Sang Motivator” dan “Internet Marketer”.   

Inilah perjuangan seorang ibu. Dengan kesabaran dan kasih sayang serta keyakinan yang tinggi kepada Allah SWT, bu Endang mengasuh anaknya tanpa memperdulikan berbagai kekurangan yang ada. Hasilnya, sang anak tumbuh menjadi pribadi yang selalu optimis menatap masa depan, percaya diri dan berhati mulia. Kisah manis ibu dan anak ini pernah ditampilkan di acara Kick Andy di Metro TV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun