Film Wedding Agreement sudah tayang di iflix. Sejak trailernya muncul sudah penasaran sama film ini. Film yang bercerita seputar drama rumah tangga. Dikisahkan Bian dan Tari menikah karena dijodohkan.
Sehari setelah akad nikah selesai, Bian menyerahkan selembar kertas berisi perjanjian pernikahan (wedding agreement) pada Tari. Bian tak ingin menjalani kehidupan layaknya suami istri dengan Tari. Bian juga berencana menceraikan Tari setelah satu tahun.
Rupanya Bian punya pacar. Ibunya Bian tak suka dengan pacar Bian. Sebab ibunya Bian sudah menjodohkan Bian dengan anak dari teman ibunya. Bian menuruti kehendak mamanya sebab sang mama lagi sakit kanker. Bian berharap selama menjalani pernikahan pura-puranya itu, ibunya bisa berangsur-angsur sembuh.
Dalam hal ini siapa yang merana, ya Tari. Tapi meski kecewa karena ditipu, Tari memilih tetap bertahan dan berupaya merebut hati suaminya.
Baper ya nonton film ini. Sebagai perempuan aku merasa terhina jika diperlakukan seperti Tari. Teringat salah satu kalimat dalam tulisan mbak Asri Supatmiati, bahwa karya sastra mencerminkan suatu peradaban.
Peradaban kapitalis saat ini adalah peradaban syahwat. Sebab karya sastra zaman ini tak jauh-jauh dari urusan syahwat. Termasuk karya seni film ini pikirku.
Tentang Bian yang tak bisa menghargai perempuan. Tak pula bisa menjaga nama baik keluarga. Menuruti panggilan syahwat yang berbalut kata cinta.
Atas alasan mencintai Sarah, Bian tega berpura-pura menikahi Tari. Dengan status sebagai suami, Bian menjalani perselingkuhan dengan Sarah. Kehormatan Tari dan Sarah pun jadi ternoda.
Memang sebagian ulama membolehkan nikah dengan niat mau bercerai. Asalkan terpenuhi rukun dan syaratnya. Dan asalkan perceraian tidak disyaratkan sejak awal. Kalau disyaratkan saat akad nikah, namanya nikah kontrak (muth'ah).
Berkata Imam Al -- Zurqani dari madzhab Maliki di dalam Syarh al Muwatho' : " Dan mereka sepakat bahwasanya siapa yang menikah secara mutlak, sedangkan dia berniat untuk tidak bersamanya (istrinya) kecuali sebatas waktu yang dia niatkan, maka hal itu dibolehkan dan bukan merupakan nikah mut'ah. "
Nikah dengan niat cerai dipandang sebagai solusi bagi pria yang bermukim sementara di suatu daerah. Untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, maka selama berada diperantauan dia boleh nikah, dengan niat akan diceraikan bila hendak pulang ke negeri asal.