Mohon tunggu...
Arli Aditya Parikesit
Arli Aditya Parikesit Mohon Tunggu... -

Pernah menjadi peneliti bidang bioinformatika di FMIPA-UI, dan sekarang menjadi Kandidat doktor di bidang Bioinformatika, Universitas Leipzig, Jerman. Selain dunia IT, juga tertarik mempelajari isu sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bioinformatika Selayang Pandang dan Prospek Pengembangan ke Depan

18 Januari 2010   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IT (Information Technology) telah mencapai kemajuan pesat. PC di jaman sekarang sudah memiliki konfigurasi hardware yang sama sekali tidak dapat dibayangkan 10 tahun yang lalu. Google search telah memungkinkan kita mencari informasi apapun yang diinginkan, dan OS (Operating System) menjadi semakin mudah digunakan, interaktif, dan lebih gegas. Social Networking, seperti Facebook dan Twitter, telah menjadi wahana yang memperkuat silaturahmi antar benua dan bangsa yang berbeda. Cyberspace telah membuat dunia semakin sempit dan semakin mendekatkan individu yang satu dengan yang lain.
Di lain pihak, ilmu biologi pun juga telah melakukan terobosan yang sangat signifikan. Penemuan struktur DNA oleh Watson-Crick telah membuka jalan bagi pemecahan sandi kode genetik makhluk hidup. Pemecahan sandi genetik tersebut, telah melahirkan cabang ilmu biologi yang secara khusus mempelajari proses biologi dalam level molekul, yaitu biologi molekuler. Ilmu baru ini telah menghasilkan banyak 'keajaiban' dunia modern. Rekayasa Genetika, yaitu memodifikasi materi genetik di tingkat sel, menjadi sesuatu yang mungkin dan telah dipraktekkan dalam banyak lini. Vaksin dan obat baru telah diproduksi berdasarkan prinsip biologi molekuler. Walau mengundang banyak kontroversi, hasil pertanian berbasis rekayasa genetika telah hadir di pasaran. DNA forensik menjadi ilmu bantu yang penting untuk mengidentifikasi suspect teroris atau kriminal.
Adapun, biologi molekuler mulai menghadapi permasalahan manajerial data. Hasil eksperimen laboratorium (PCR, Micro Array, dll) telah dihasilkan dalam jumlah besar. Namun, pada awalnya belum ditemukan metoda untuk mengkonversi data-data eksperimen tersebut menjadi informasi yang berguna. Aplikasi yang ada, seperti aplikasi produktivitas kantor, sama sekali tidak cukup untuk menghasilkan informasi tersebut. Diperlukan aplikasi yang lebih spesifik, untuk memanajeri data-data biologis, agar menjadi informasi yang berguna. Dari kebutuhan tersebut, bioinformatika lahir sebagai ilmu yang baru.
Secara definisi, bioinformatika adalah gabungan ilmu komputer (IT) dan biologi. Seperti yang telah disebutkan diatas, tugas utamanya adalah untuk mengkonversi data-data eksperimen laboratorium biologi menjadi informasi yang berguna. Info tersebut bisa berupa teori riset dasar, seperti mekanisme kerja protein, atau mekanisme evolusi DNA. Namun bisa juga berupa hal yang aplikatif, seperti desain vaksin dan obat yang baru. Sebagai ilmu baru, ia memerlukan penguasaan yang kuat terhadap IT dan Biologi. Di Jerman, secara organisasi, kelompok riset Bioinformatika tetap berada dibawah Departemen Ilmu Komputer. Namun, secara kurikulum memasukkan banyak sekali mata kuliah dari Fakultas Biologi.
Prospek karir ahli Bioinformatika sangatlah cerah. Di Jerman, industri farmasi menggunakan jasa pakar Bioinformatika untuk keperluan desain molekuler dari produk kesehatan mereka. Lembaga Eijkman memiliki lab bioinformatika. Sementara, berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah memulai memiliki kelompok riset bioinformatika.  Informasi genomik dan proteomik yang berlimpah hanya bisa diolah oleh seorang ahli bioinformatika. Mengapa? Sebab untuk meng'oprek' data yang sangat besar seperti itu, hanya orang dengan latar belakang IT yang bisa melakukannya. Itupun yang memahami landasan biologisnya. Jika hanya memahami IT, namun Biologi tidak paham, atau memahami biologi, namun IT tidak paham, maka akan sangat sukar untuk memasuki bidang ini. Oleh sebab itu, kurikulum yang khusus mendidik pakar bioinformatika sudah seharusnya dipersiapkan. Singapura dan Malaysia, dua negara tentangga kita, telah memiliki program studi Bioinformatika, sama dengan di Jerman dan negara Eropa lainnya. Kedepannya, diharapkan Indonesia akan mengikuti jalur yang sama.
Demikian sepintas sharing saya mengenai Bioinformatika. Mengenai detail yang lebih jauh, akan saya share di artikel lain. Saya terbuka terhadap masukan dan sumbang saran. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun