Mohon tunggu...
ARLI ARDIANTO
ARLI ARDIANTO Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UIN Suska Riau

hobi semua olah raga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nepotisme dalam Pengambilan Keputusan di Indonesia

25 Juni 2024   07:55 Diperbarui: 25 Juni 2024   07:55 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Secara konsep pembuatan keputusan merupakan bagian dari kegiatan dari seorang pemimpin, sikap pemimpin sangat berperan terutama apabila seorang pemimpin organisasi menjalankan fungsi organisasi yang menjadi landasan bagi setiap tindakan organisasi. Menurut Herbert A. Simon dalam Firdayanti,dkk (2021) menjelaskan bahwa terdapat tiga proses dalam pengambilan keputusan yaitu: (1) kecerdasan, proses pemilihan situasi  dan kondisi dengan wawasan intelektual; (2) Kegiatan merancang, yaitu proses  menemukan suatu masalah, mengembangkan pemahaman tentang masalah tersebut, dan menganalisis  kemungkinan solusi serta tindakan lebih lanjut terhadap masalah tersebut. Terdapat  pola perencanaan kegiatan. (3) Kegiatan pilihan, yaitu memilih suatu tindakan di antara banyak alternatif atau solusi yang mungkin dan mengambil keputusan. (Hakim et al., 2021)

Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara (Pemerintah Republik Indonesia, 1999). Menurut Ozsemerci  (2003),  nepotisme  boleh  ditakrifkan  sebagai  pencapaian  proses  pengambilan  dan  proses  pemilihan, promosi,  penyediaan  keadaan  kerja  yang  lebih  baik  dan  keuntungan  yang  serupa  tanpa  mengira  pengetahuan, kebolehan, kemahiran, tahap pendidikan dan pengalaman tetapi disebabkan hubungan kekeluargaan mereka (BIN HAZEMI, 2018).

Nepotisme, sebagai salah satu bentuk korupsi yang sering terjadi di tingkat lokal, merujuk pada praktik pemberian keuntungan atau posisi kepada anggota keluarga atau kerabat dekat tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau merit. Fenomena ini dapat mengakibatkan ketidakadilan dan kesempatan, serta merusak integritas lembaga pemerintahan. Praktik tersebut mempengaruhi proses pengambilan keputusan diaman sebuah keputusan bisa berubah yang pada akhirnya menghasilkan ketidakadilan dan ketidakpuasan di antara masyarakat. Sehingga kegiatan nepotisme ini harus segera di hilang di dalam kegiatan pemerintahan.

Pada kasus pertama dari media Detiknews yaitu terdapat kasus korupsi yang terjadi di kabupaten Kutai Timur yang Melibatkan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur Encik Unguria yang dimana mereka berstatus suami-istri. Bupati dan Ketua DPRD yang selaku istrinya, bekerja sama untuk menyetujui proyek yang diusulkan oleh rekanan proyek yaitu Aditya Maharani dan Deky Aryanto, dengan menerima uang Rp 2,1 miliar dan Rp 550 juta dari Aditya dan Deki melalui Suriansyah dan Musyaffa selaku kepala BPKAD dan kepala Bapenda Kutai Timur.

Pada kasus yang kedua dari media Detikbali yaitu kasus korupsi yang dilakukang oleh mantan wali kota Bima, Muhammad Lutfi yang menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi.  Pada tahun 2019 muhammad lutfi bersama dengan salah satu keluarga intinya mulai mengendalikan proyek -- proyek yang akan dikerjakan oleh pemerintah kota Bima. KPK menyebut, Lutfi secara sepihak lalu menentukan para kontraktor yang siap dimenangkan. Proses pemenangan itu tidak melalui prosedur hokum yang sah.

Pada kasus yang ketiga dari media kompas.com dimana KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Bogor Ade Yasin dan sejumlah pihak dari badan pemeriksa keuangan (BPK) pada Rabu (27/4/2022). Ade diduga terlibat dalam kasus suap, ade mempunyai kakak bernama Rachmat Yasin yang juga terlibat kasus korupsi. Bahkan rachamat menjadi terpidana dalam kasusu suap sebesar 4,5 miliar dalam tukar menukar kawasan dalam tukar - menukar kawasan hutan PT Bukit jonggol Asri (BJA) pada 2014, dan perkara gratifikasi untuk kepentingan  pemilihan bupati dan wakil bupati Bogor pada tahun 2013 dan pmeilu 2024.

Dari ketiga kasus diatas dapat disimpulkan bahwa neputisme dapat menyebabkan sebuah kerugian yang cukup besar dan pengaruh negarif bagi keberlangsungan penyelengaraan pemerintahan. Maka solusi yang dapat di tawarkan dalam mencegah atau pun menghapus kegiatan nepotisme dalam penyelengaraan pemerintah ialah :

  • Memperkuat sistem rekrutmen agar mencegah terjadinya kegiatan nepotisme.
  • Memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penyelengaraan pemerintahan
  • Pengenalan nilai-nilai etika yang kuat dan pemahaman tentang pentingnya menjalankan tugas dengan integritas dapat membantu mencegah praktik nepotisme.

Referensi

BIN HAZEMI, A. F. (2018). Nepotisme dalam Proses Pengambilan dan Pemilihan Pekerja oleh Organisasi: Satu Penilaian(Nepotism in the Recruitment and Selection Process of Workers: An Evaluation). Trends in Undergraduate Research, 1(1), h6-10. https://doi.org/10.33736/tur.1178.2018

Hakim, F. B., Yunita, P. E., Supriyadi, D., Isbaya, I., & Ramly, A. T. (2021). Persepsi, Pengambilan Keputusan, Konsep diri dan Value. Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana, 1(3). https://doi.org/10.32832/djip-uika.v1i3.3972

Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, 1, 1--5.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun