Bukannya kopi, pagi ini saya malah disuguhi dengan berita-berita seputar Ahok saat melakukan kampanye di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat. Ya, berita-berita seputar hal tersebut sangat banyak menghiasi media online yang membuat saya jadi ingin sedikit mengomentarinya. Jujur, saya bukanlah orang yang benar-benar paham kedalaman politik. Saya cukup hanya penikmat dan pengikut soal politik. Bisa dikatakan saya "silent reader" soal politik. Namun berita-berita yang ada belakangan ini membuat saya tertarik untuk mengomentarinya.
Lewat berita kompas.com, dikatakan bahwa Ahok dihadang sekelompok orang saat "blusukan" di Rawa Belong; Kampanye ricuh, Ahok diangkut pakai angkot ke Kapolsek Kebon Jeruk. Dalam berita tersebut dikatakan bahwa saat itu, Ahok tengah mendatangi satu per satu pedagang di Pasar Rawa Belong. Kemudian sekelompok warga dari arah berlawanan berteriak sambil membawa poster yang berisi penolakan terhadap Ahok. Pengawal pribadinya bersama dengan beberapa polisi coba mengamankan dan mereka mengarahkan Ahok agar menjauhi kelompok warga tersebut. Â Namun, para penolak Ahok ini justru berlari kencang mendekati Ahok. Kemudian karena situasi sudah tidak kondusif membuat Ahok dievakuasi dengan sebuah mikrolet!
Kebebasan berpendapat di muka umum baik lisan dan tulisan serta kebebasan untuk berorganisasi merupakan hak setiap warga negara yang harus diakui, dijamin dan dipenuhi oleh negara. Indonesia sebagai sebuah negara hukum telah mengatur adanya jaminan terhadap kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan dalam UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Namun yang perlu diingat adalah dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tersebut juga telah diatur bentuk dan tata cara penyampain pendapat di muka umum dan yang pastinya ada sanksi terhadap setiap tindakan yang menyalahi UU tersebut.
Namun apa yang terjadi kini sungguh sangat memprihatinkan. "Demokrasi" sepihak yang kini identik dengan kericuhan sudah sangat berkuasa di negeri ini dan mampu menghentikan suatu kegiatan hukum. Bukankah kampanye merupakan salah satu hak untuk seorang calon? Bukankah itu tindakan yang benar untuk meninjau daerah-daerah untuk melihat kondisi dan dijadikan bahan evaluasi ke depannya? Akhirnya, kini demokrasi (tak lagi) indah. Salam dari saya yang belum seberapa di bidang ini..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H